Ubaidillah : Sang Hafidh yang Istiqamah
Perbesar
“Bagi saya, Al-Qur’an adalah jalan menuju ketenangan jiwa”.
Sepenggal ucapan Ubaidillah mengilustrasikan dirinya dengan potensinya sebagai seorang Hafidh. Sejak 2002 silam, Al-Qur’an telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan darinya. Ia selalu istiqamah mengulang kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafalkannya.
Tidak pernah Ubaid menganggap aktifitas tahfidh adalah sebuah beban. Ia menganggapnya sebagai sebuah kesenangan yang menjadi kebutuhan. Pukul 03.00 pagi Ubaid sudah bangun tidur untuk mengulang atau melanjutkan hafalan Al-Qur’annya. Ia senantiasa istiqamah. Sebab dalam kaca mata Ubaid, segala sesuatu harus dikerjakan dengan istiqamah.
“Boleh saja seseorang itu cerdas, tapi tanpa istiqamah, ia bukan siapa-siapa. Orang cerdas akan kalah oleh orang istiqamah,” tutur pemuda kelahiran 26 Oktober 1990 tersebut.
Perjuangannya selama 4 tahun menghafal Al-Qur’an membuahkan hasil tatkala ia diwisuda oleh pondoknya, PP. Bustanul Khofadh As-sa’idiyah, Sampang, sebagai santri yang telah khatam menghafal Al-Qur’an. Tahun 2005 lalu, dia dinyatakan telah lulus dalam hafalan Al-Qur’an. Aktifitasnya bersama Al-Qur’an tidak selesai begitu saja setelah ia diwisuda. Justru Ia semakin mencintai Al-Qur’an serta menjadikan Al-Qur’an sebagai dzikir kesehariannya.
“Jika orang lain ber-dzikir dengan kalimat tauhid atau lafadh Allah, setelah diwisuda saya menjadikan Al-Qur’an sebagai dzikir,” tandasnya.
Disamping itu, di pondoknya, Ubaid kemudian diamanahi untuk mengajar santri. Aktifitas mengajarnya tidak lepas dari sandangan hafidh yang melekat padanya. PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah, Sampang memang merupakan lembaga yang mewadahi santri-santri yang memiliki keinginan untuk menghafal Al-Qur’an. Tak ayal, Ubaid yang dianggap sudah menjadi senior mendapatkan amanah untuk membimbing santri tahfidh generasi berikutnya. Ia membimbing 28 santri.
Dalam pandangan Yuyun, teman kampus Ubaid yang juga seorang hafidhah, Ubaid adalah sosok yang mengayomi dan telaten dalam membimbing. Ketika Yuyun meminta Ubaid mendikte hafalannya, Ubaid selalu melayaninya dengan sepenuh hati. “Dia selalu menyarankan saya untuk tetap istiqamah dalam menghafal,” tegas Yuyun.
Dalam kesehariannya di rumah. Ubaid tidak mengenal kerja lain selain mengurus masjid. Latar belakang kedua orang tua Ubaid, Mahfud Abdullah dan Habsatun yang hanya sebagai takmir Masjid, yang membuat Ubaid tidak pernah lepas dari aktivitas keagamaan. Untuk penghidupan keluarga, Ayah Ubaid memang hanya mengandalkan aktivitasnya sebagai takmir masjid dan sebagai qori’. Dari keterampilan qori’, ayah Ubaid sering kali mendapat panggilan untuk mengisi acara.
Cita-cita Ubaid untuk menjadi ilmuwan muslim di bidang Al-Qur’an rupanya sedikit terhambat. Setelah menyelesaikan studi Qira’ah Sab’ah pada tahun 2009 ia hendak melanjutkan pendidikan tingginya ke UIN Malang dengan mengambil jurusan Tafsir Hadist. Namun, oleh kiainya, pengasuh PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah Sampang, tidak diizinkan. Guru Ubaid tidak ingin Ubaid terlalu jauh menempuh pendidikan sehingga terpaksa meninggalkan PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah, tempat Ubaid menempa diri untuk menjadi seorang hafidh.
Setelah itu, Ubed juga sempat ditawari kuliah dengan beasiswa penuh di IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Namun ia harus kembali menahan diri karena tidak ada restu dari sang guru. Akhirnya, cita-citanya harus kandas di STAIN Pamekasan. Meski jurusan yang kini ia tempuh tidak sesuai dengan keinginannya, ia tidak patah arang. Rencananya, Ubed akan menempuh pendidikan S-2nya pada jurusan Tafsir Hadist di IAIN Sunan Ampel.
“Yang penting, tetap istiqamah. Karena dengan begitu apa yang kita inginkan diberi jalan oleh Allah.” ujar mahasiswa berkaca mata tersebut.
(Unzi)
Artikel ini telah dibaca 9 kali
Ubaidillah : Sang Hafidh yang Istiqamah
Perbesar
“Bagi saya, Al-Qur’an adalah jalan menuju ketenangan jiwa”.
Sepenggal ucapan Ubaidillah mengilustrasikan dirinya dengan potensinya sebagai seorang Hafidh. Sejak 2002 silam, Al-Qur’an telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan darinya. Ia selalu istiqamah mengulang kembali ayat-ayat Al-Qur’an yang telah dihafalkannya.
Tidak pernah Ubaid menganggap aktifitas tahfidh adalah sebuah beban. Ia menganggapnya sebagai sebuah kesenangan yang menjadi kebutuhan. Pukul 03.00 pagi Ubaid sudah bangun tidur untuk mengulang atau melanjutkan hafalan Al-Qur’annya. Ia senantiasa istiqamah. Sebab dalam kaca mata Ubaid, segala sesuatu harus dikerjakan dengan istiqamah.
“Boleh saja seseorang itu cerdas, tapi tanpa istiqamah, ia bukan siapa-siapa. Orang cerdas akan kalah oleh orang istiqamah,” tutur pemuda kelahiran 26 Oktober 1990 tersebut.
Perjuangannya selama 4 tahun menghafal Al-Qur’an membuahkan hasil tatkala ia diwisuda oleh pondoknya, PP. Bustanul Khofadh As-sa’idiyah, Sampang, sebagai santri yang telah khatam menghafal Al-Qur’an. Tahun 2005 lalu, dia dinyatakan telah lulus dalam hafalan Al-Qur’an. Aktifitasnya bersama Al-Qur’an tidak selesai begitu saja setelah ia diwisuda. Justru Ia semakin mencintai Al-Qur’an serta menjadikan Al-Qur’an sebagai dzikir kesehariannya.
“Jika orang lain ber-dzikir dengan kalimat tauhid atau lafadh Allah, setelah diwisuda saya menjadikan Al-Qur’an sebagai dzikir,” tandasnya.
Disamping itu, di pondoknya, Ubaid kemudian diamanahi untuk mengajar santri. Aktifitas mengajarnya tidak lepas dari sandangan hafidh yang melekat padanya. PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah, Sampang memang merupakan lembaga yang mewadahi santri-santri yang memiliki keinginan untuk menghafal Al-Qur’an. Tak ayal, Ubaid yang dianggap sudah menjadi senior mendapatkan amanah untuk membimbing santri tahfidh generasi berikutnya. Ia membimbing 28 santri.
Dalam pandangan Yuyun, teman kampus Ubaid yang juga seorang hafidhah, Ubaid adalah sosok yang mengayomi dan telaten dalam membimbing. Ketika Yuyun meminta Ubaid mendikte hafalannya, Ubaid selalu melayaninya dengan sepenuh hati. “Dia selalu menyarankan saya untuk tetap istiqamah dalam menghafal,” tegas Yuyun.
Dalam kesehariannya di rumah. Ubaid tidak mengenal kerja lain selain mengurus masjid. Latar belakang kedua orang tua Ubaid, Mahfud Abdullah dan Habsatun yang hanya sebagai takmir Masjid, yang membuat Ubaid tidak pernah lepas dari aktivitas keagamaan. Untuk penghidupan keluarga, Ayah Ubaid memang hanya mengandalkan aktivitasnya sebagai takmir masjid dan sebagai qori’. Dari keterampilan qori’, ayah Ubaid sering kali mendapat panggilan untuk mengisi acara.
Cita-cita Ubaid untuk menjadi ilmuwan muslim di bidang Al-Qur’an rupanya sedikit terhambat. Setelah menyelesaikan studi Qira’ah Sab’ah pada tahun 2009 ia hendak melanjutkan pendidikan tingginya ke UIN Malang dengan mengambil jurusan Tafsir Hadist. Namun, oleh kiainya, pengasuh PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah Sampang, tidak diizinkan. Guru Ubaid tidak ingin Ubaid terlalu jauh menempuh pendidikan sehingga terpaksa meninggalkan PP. Bustanul Khofadh as-Sa’idiyah, tempat Ubaid menempa diri untuk menjadi seorang hafidh.
Setelah itu, Ubed juga sempat ditawari kuliah dengan beasiswa penuh di IAIN Sunan Ampel, Surabaya. Namun ia harus kembali menahan diri karena tidak ada restu dari sang guru. Akhirnya, cita-citanya harus kandas di STAIN Pamekasan. Meski jurusan yang kini ia tempuh tidak sesuai dengan keinginannya, ia tidak patah arang. Rencananya, Ubed akan menempuh pendidikan S-2nya pada jurusan Tafsir Hadist di IAIN Sunan Ampel.
“Yang penting, tetap istiqamah. Karena dengan begitu apa yang kita inginkan diberi jalan oleh Allah.” ujar mahasiswa berkaca mata tersebut.
(Unzi)
Artikel ini telah dibaca 0 kali
Baca Lainnya
Trending di Artikel Lawas