Activita.co.id-Pemerintah Indonesia menetapkan tanggal 1 Mei sebagai hari libur nasional dalam memperingati Hari Buruh Internasional. Peringatan tahunan ini merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan publik atas kontribusi para buruh.
Secara historis, Peringatan ini lahir dari penolakan terhadap kebijakan yang tidak pantas terhadap para pekerja. Peringatan ini menjadi simbol perjuangan buruh di seluruh dunia untuk memperoleh hak kerja yang adil, layak, dan manusiawi.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, peringatan Hari Buruh—khususnya di Indonesia—mengalami perubahan makna yang perlu kita renungkan: apa sebenarnya makna peringatan ini? Siapa sebenarnya yang menjadi tujuan peringatan ini? Apakah pengusaha yang terus meraup keuntungan, atau pemerintah yang kerap menerbitkan aturan yang melemahkan posisi pekerja?
Perayaan ini seharusnya ditujukan kepada pekerja—bukan sekadar seremoni rutin, melainkan bentuk pengakuan atas kontribusi mereka.
Namun kenyataannya, Peringatan ini hanya menjadi seremoni rutin. Mengapa demikian? Alasannya, peringatan ini tidak lagi mencerminkan apresiasi terhadap buruh. Hal ini terbukti dari banyaknya kebijakan yang tidak adil, menyulitkan, dan melemahkan perlindungan terhadap buruh.
Pemerintah dan pengusaha seringkali tidak melibatkan buruh secara aktif dalam proses pengambilan keputusan, dan jarang membangun dialog yang setara dengan serikat pekerja. Mereka memperlakukan buruh sebagai objek dalam sistem ketenagakerjaan, bukan sebagai subjek yang berhak menentukan dan memperjuangkan hak-haknya.
Jika pemerintah terus membiarkan kebijakan yang tidak adil, maka bukan hanya buruh yang terdampak, tetapi juga generasi penerus bangsa.
Peringatan Hari Buruh seharusnya menjadi peringatan bagi para pembuat kebijakan bahwa menjamin kesejahteraan buruh adalah sebuah kewajiban, bukan pilihan. Perayaan ini perlu dijadikan refleksi terhadap sistem kerja yang dibuat.
Maka, peringatan Hari Buruh Nasional ini dapat menjadi mementum untuk bersatu, menyuarakan keadilan kerja, dan memastikan bahwa buruh tidak hanya menjadi pesuruh, tapi juga penggerak perubahan. (Danil/Activita)