“Mikul Dhuwur, Mendhem Jero”
Serat pitakan sejarah romantika perjuangan ayahku Werkudara
Kisah ayahku mengharum manis di atas ukiran Astadasaparwa
Ayahku Werkudara dan para Pandawa berjuang di bumi Astinapura, terlagu dalam serat Mahabharata
Masa-masa kedigdayaan negeri Astinapura setelahnya, menjadi saksi dari tangis dan tragis yang ayahku ratapi selama 12 tahun dalam masa pembuangannya
Namun kini, setelah berabad-abad, ayahku harum berkat perjuangannya
Lalu bagaimana dengan aku?
Namaku Mahasiswa, aku titisan Werkudara
Sudah seperempat abad aku hanya duduk bersila di atas negeri yang ayahku perjuangkan
Sambil sesekali mendengar pitutur kisah ayahku, melayani rakyatnya, mengabdikan dirinya
Astinapuraku dulu menjadi negeri yang lain,
Kisah Pandawa dulu menjelma mahasiswa-mahasiswa sekarang, dengan berbagai suka dan dukanya
Memang benar tidak berjumlah lima orang, bahkan juga tidak harus menjadi kisah Mahabharata, namun di dalamnya terkandung segalanya, tentang jelmaan Pandawa serta kisah keberanian dan kebaikannya
Sudah sepantasnya aku menjadi Werkudara,
Dia hidup dalam diriku, dan aku harus menghidupkan namanya kembali dengan caraku, lewat namaku sebagai Mahasiswa
“Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan”
Kehormatanku kuabdikan untuk nilai luhur nan selalu terjaga,
Bahuku kuabdikan untuk perubahan rakyat negeriku yang berbahagia
Hatiku kuabdikan untuk akhlak luhur nan mulia,
Dan pikiranku kuabdikan untuk menjaga kesatuan negeriku yang sejahtera
Mungkin aku bukan Werkudara dengan kisah heroik Mahabharata,
Tapi aku Mahasiswa, dengan masa keemasan yang akan ku rajut setelahnya
“Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe”
“Adigang, Adigung, Adiguna….”
Berdayalah kita Mahasiswa…
(Zulfan Fahrosi/Activita)