Oleh: As’ad Nor Salam*
Dari berbagai banyak kebudayaan khususnya di Madura, mulai tingkatan yang sederhana sampai pada tingkatan yang terpandang, semisal karapan sapi, tahlil, dan tarian-tarian khas Madura yang masih banyak bagiannya, kebudayaan diatas mungkin sangat mudah kita menemukannya sebab budaya itulah yang merupakan salah satu budaya yang dapat terlaksana dengan jangka waktu yang pendek. Disamping itu, ada salah satu budaya yang merupakan warisan dari nenek moyang orang Madura dan biasanya hal tersebut banyak di lakukan oleh orang awam dan masyarakat kepulauan bahkan daerah yang mempunya kepercayaan tersendiri akan budaya yang satu ini, besar kemungkinan bagi masyarakat yang ada diperkotaan tidak akan kenal pada budaya ini sebab mereka tidak melestarikannya. Dimana budaya tersebut adalah rokat somor ,memang dari segi namanya saja sedikit unik karena yang biasa kita temui dalam kebiasaan itu wayoritas hanya rokat tasek dan sebagainya.
Rokat somor merupak budaya yang langka dilakukan apalagi pada era gelobalisasi ini sudah disuapi oleh sesuatu yang serba instan. Kebudayaan yang satu inibiasanya dilakukan oleh sekian masyarak dengan cara gotong royong dalam membersihkannya, khususnya bagi masyarak tertentu yang sering kali mengambil air dari sumur, disamping mengajarkan kita untuk cinta lingkungan dan bagaimana kita sama-sama mengenal kebersamaan dalam melakukan hal apapun, cara pengemasannyapun tidak menyimpang dari ajaran agama, sebab pada mulanya budaya ini biasa dimulai dengan mengaji surat yasin sebagai pembuka, pembacaan tersebut dikhususkan pada nenek moyang terdahulu atau dalam bahasa maduranya bhebheje, acara tersebut dapat diikuti oleh berbagai orang yang biasa mengambil air disumur yang di rokat, atau bahkan siapapun yang ada disekitar.
Tidak cukup sampai disitu setelah usai pembacaan surat yasin biasanya diteruskan dengan mengambil air dari sumur tersebut atau ngoras somor, pekerjaan inilah yang dilakukan dengan cara gotong royong, saling membahu. Dan pada saat itu juga merupakan jalannya silaturrrahim terhubung. Setelah usai dan dapat dipastikan sudah bersih dilanjutkan dengan penutupan yang ditutup oleh pembacaan pangroka yang dimana pangrokat ini semacam bacaan do’a namun Cuma dikhususkan pada setian acara rorokat. Baru setelah usai semuanya disusul dengan adanya salametten, dirayakan dengan hidangan yang seadanya.
Rokat somor ini dipahami oleh masyarakat tertentu atau bahkan sampai pada mayoritas orang Madura sekalipun sebagai pelantara hilangnya malapetaka yang akan terjadi dikemudian hari, kepercayaan itu diyakini yang membatin dalam diri mereka, selain memang budaya ini adalah warisan nenek moyang, juga mempunyai dampak positif, dan kepercayaan tersebut ternyata banyak terbukti dikalangan masyarakat tertentu.
Kebudayaan ini selain unik juga sangat banyak manfaatnya bagi yang melakukannya, dan dapat dipastikan budaya inilah yang seringkali tidak dikenal oleh banyak orang atau bahkan tidak mengetahuinya sama sekali khususnya di perkotaan. Padahal jika kita mau melestarikannya tentu akan menguntungkan bagi kita semua dan juga melestarikan kebudayaan sendiri yang telah diberikan oleh nenek moyang orang Madura, selain kebudayaan tersebut mengikuti apa yang telah disabdakan oleh Nabi yakni annadafatu minal iman, juga menambah tawasul kita pada Tuhan.
Dalam catatan sejarah pelestarian satu budaya yang unik ini dari segi tata cara pelaksaannya mayoritas mempunya kesamaan walau yang melaksanakannya berbeda-beda. Bahkan sekalipun yang melaksanakaan mempunya perbedaan, baik tempat tinggal, adat dan pola pikir dari satu masyarakat itu.
Tujuan dari rokat somor ini adalah agar Tuhan senantiasa memeberi keselamatan pada masyarkat yang melakukannya dari mahluk-mahluk halus yang membahayakan bagi mereka, dan juga merupakan jalan untuk mengirim do’a atau fatihah pada nenek moyang yang telah tiada yang dimana semua itu ada sebab nenek moyang melestarikan dan membuat kebudayaan khususnya pada sumur tersebut.
Dan dari rokat sumur ini dapat melambangkan bahwa nenek muyang kita melestarikan jalan kedamaian, saling membantu dan sebagainya. Disamping itu ada kemungkinan diluar Madura juga ada atau Cuma lain nama dari yang dimiliki oleh Madura, jadi bagi mereka yang tidak mengerti lebih dalam lagi tentang Madura janganlah sesekali bilang bahwa Madura keras sebab dapat dipastikan Madura mempunyai banyak budaya ynag menandakan mempunyai sifat yang lembut.
*As’ad Nor Salam merupakan mahasiswa kelahiran Gili Iyang, resmi menjadi anggota LPM Activta setelah dinyatakan lulus DJTL (Diklat Jurnalistik Tingkat Lanjut) 2018.