Menu

Mode Gelap
HMPS Ekonomi Syari’ah Adakan Entrepreneurship Workshop Semarak Bulan Bahasa, HMPS TBIN Adakan Pemilihan Duta Bahasa Indonesia IAIN Madura Gelar Pisah Sambut Kabiro AUAK IAIN Madura Tidak Masuk 3 Besar Kampus Terbaik di Madura Versi Kemendikbudristek RI Dianggap Tidak Mendidik, Konten IMTV Mendapat Kritikan

Artikel · 24 Apr 2019 00:07 WIB ·

RA. Kartini: Tokoh Feminisme Indonesia


 RA. Kartini: Tokoh Feminisme Indonesia Perbesar

Hari kemarin masyarakat Indonesia telah memperingati lahirnya sosok perempuan yang berjuang untuk kebebasan hidup perempuan pribumi. Aneka ragam kegiatan telah dilaksankan oleh sebagian besar pelajar dan mahasiswa. Mulai dari festival, perlombaan, sampai bagi-bagi bucket (bunga) juga dilakukan.
 Hal ini menandakan bahwa perempuan yang lahir 21 April ini memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kehidupan negeri. Sebutlah RA. Kartini namanya. Perempuan yang lahir dari kalangan bangsawan membuat ia memiliki gelar Raden Ajeng di awal namanya.

Dibalik hari yang telah dirayakan bersama, apa yang sesungguhnya tersirat di dalamnya? Perlu kita ketahu bahwa RA. Kartini merupakan perempuan Indonesia yang namanya diabadikan sebagai tokoh pahlawan nasional. Walaupun dalam perjuangannya ia tidak melakukan pengangkatan senjata, namun dengan kegigihannya ia berhasil membebaskan kehidupan perempuan pribumi yang kala itu sulit untuk menempuh dunia pendidikan.

Dalam sejara feminisme, jika bangsa barat mempunyai Susan B. Anthony, Elizabeth Cady Staton dan beberapa perempuan lain sebagai tokoh gerakan feminisme, maka Indonesia mempunyai sosok RA. Kartini yang memiliki keinginan untuk memajukan pendidikan bagi kaum perempuan di bumi Indonesia. Meskipun hanya menempuh pendidikan sampai umur 12 tahun, namun semangatnya yang tinggi untuk mengubah mindset dan adat masyarakat Jawa kala itu cukup tinggi.

Berawal dari larangan keluarga untuk melanjutkan pendidikan di Belanda bersama teman-temannya yang juga berasal dari Belanda, membuat RA. Kartini memiliki inisiatif baru dalam hidupnya.

Larangan tersebut lantaran ia masih keturunan bangsawan Jawa dan tinggal di tanah Jawa. Sebagaimana yang ada dalam adat Jawa bahwa anak perempuan harus dipingit, tidak boleh keluar rumah, maka secara otomatis perempuan akan sulit menempuh dunia pendidikan, hanya berdiam diri di rumah dan suatu saat akan dinikahkan dengan pria tak dikenal pilihan keluarganya.

Berangkat dari hobinya membuka cakrawala ilmu dengan membaca beberapa buku di usianya yang ke 20, salah satunya buku yang beraliran Feminisme yang ditulis dalam bahasa Belanda, keinginan untuk ntuk mengubah status sosial perempuan semakin memuncak, lantaran perempuan Eropa jauh lebih beruntung dibandingkan perempuan Indonesia, khususnya Jawa. Sebagaimana yang disebutkan di atas, tidak melanjutkan sekolah bukan berarti membuat sosok yang lahir tahun 1979 ini kehilangan semangat, justru ini merupakan awal kebangkitan dirinya untuk membebaskan perempuan dari pingitan akibat hukum adat yang berlaku di masyarakat.

Keinginan sosok Kartini berhasil terwujud setelah ia menikah dan mendirikan sekolah wanita di Rembang, tanah kelahirannya. Sejak itulah perempuan-perempuan Jawa mulai menempuh pendidikan di sekolah yang didirikan oleh RA. Kartini. Kemudian sekolah tersebt terus berkembang dan didirikan di beberapa daerah dan berganti nama menjadi sekolah Kartini.
Semangat yang tinggi menjadikan RA. Kartini sebagai tokoh yang sangat menginspiratif bagi generasi di Indonesia.

Perjuangan beliau untuk pendidikan perempuan pribumi menjadi rangsangan keras bagi generasi milenial saat ini.
Melihat hal tersebut, maka tidak ada alasan bagi generasi masa kini untuk tidak menempuh dunia pendidikan. Bagi RA. Kartini pendidikan merupakan pisau untuk memajukan peradaban negeri. Namun apa daya jika majunya pendidikan tanpa diiringi oleh majunya budi pekerti.

Sebagaimana yang dikutip oleh RA. Kartini dalam surat beliau pada temannya di Eropa “Bila dengan sebenarnya hendak memajukan peradaban, maka haruslah kecerdasan pikiran dan kecerdasan budi sama-sama dimajukan”, tulisnya dalam surat tersebut.

Mengenang bukan hanya sekedar memperingati hari yang telah ditetapkan presiden pertama Indonesia sebagai Hari Kartini. Namun bagaimana kita selaku pemuda yang akan melanjutkan kehidupan negeri untuk turut andil di dalamnya.

Dengan demikian persiapan demi persiapan juga perlu dilakukan. Mulai dari menempuh pendidikan, memperbaiki moral, serta memperbanyak membuka cakrawala dunia dengan membaca buku sebagaimana yang telah dilakukan oleh RA. Kartini semasa hidupnya.

Oleh:Fitriatul Laili (Tria’trie/TIPS’17)

Artikel ini telah dibaca 5 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Dilema Pilihan Jodoh: Antara Harapan Orang Tua dan Kebebasan Anak

1 Oktober 2024 - 16:43 WIB

Pentingnya Friendly dalam Kehidupan Sehari-hari

29 September 2024 - 16:40 WIB

Peran Self Love dalam Mengatasi Insecure Perempuan

28 September 2024 - 13:37 WIB

Menghilangkan Rasa Tidak Percaya Diri dengan Mencintai Diri Sendiri

KAPASITAS PENDIDIKAN BAGI PEREMPUAN MADURA

27 September 2024 - 08:44 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura

Kesetaraan Gender dan Budaya Patriaki yang Tak Kunjung Lekang

24 September 2024 - 15:04 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura

PATRIARKI DI MADURA MENEKAN PEREMPUAN MENJALANKAN PERAN GANDA

14 September 2024 - 23:33 WIB

Sumarni, petani tembakau di daerah Madura
Trending di opini