Activita.co.id -Di sudut-sudut pesisir Pamekasan, Madura, terdapat komunitas-komunitas yang hidup bergantung pada laut dan pantai sebagai sumber mata pencaharian utama. Meski mereka sering dianggap terpinggirkan dalam dinamika pembangunan daerah, mereka memiliki hubungan mendalam dengan alam. Kehidupan sehari-hari mereka bukan hanya soal bertahan hidup, tetapi juga menjaga keseimbangan ekologi yang mereka warisi dari leluhur.
Namun, saat ini, komunitas pesisir di Pamekasan menghadapi tekanan yang semakin besar dari berbagai proyek pembangunan dan eksploitasi lingkungan. Laut yang dulu kaya dan subur, kini mulai memperlihatkan tanda-tanda kerusakan. Masyarakat pesisir yang telah hidup selaras dengan alam selama berabad-abad mulai merasakan dampak dari perubahan yang terjadi di sekitar mereka.
Pesisir sebagai Rumah: Suara dari Branta Pesisir
Di daerah Branta Pesisir, salah satu wilayah pesisir di Kabupaten Pamekasan, kehidupan masyarakat sangat tergantung pada laut. Mereka adalah nelayan tradisional yang secara turun-temurun memanfaatkan laut dengan cara-cara yang ramah lingkungan. “Dulu, laut ini penuh dengan ikan. Sekali melaut, kami bisa membawa cukup untuk makan dan menyekolahkan anak,” ujar Karman, seorang nelayan berusia 55 tahun dari Branta Pesisir.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, keadaan berubah drastis. Penangkapan ikan berlebihan oleh kapal-kapal besar di sekitar perairan Madura, serta kerusakan terumbu karang akibat penggunaan alat-alat tangkap yang merusak, telah membuat hasil tangkapan nelayan tradisional semakin menurun. “Sekarang, sulit sekali. Bahkan kadang kami harus melaut lebih jauh dan menghabiskan lebih banyak bahan bakar hanya untuk mendapatkan sedikit ikan,” kata Karman.
Selain itu, banyaknya proyek reklamasi dan pembangunan di sekitar pesisir juga mengancam ekosistem laut yang selama ini mereka andalkan. Masyarakat Branta, seperti banyak komunitas pesisir lainnya di Madura, merasa terpinggirkan dari kebijakan yang lebih berpihak pada pengembangan ekonomi skala besar, tanpa memperhitungkan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Mereka khawatir bahwa cara hidup yang telah diwariskan oleh leluhur akan hilang, tergantikan oleh proyek-proyek yang tidak memperhatikan kebutuhan.
Ancaman Reklamasi dan Hilangnya Lahan Pesisir
Reklamasi menjadi ancaman nyata bagi banyak wilayah pesisir di Pamekasan. Di beberapa titik, proyek ini telah merubah bentang alam secara signifikan. Lahan yang dulu menjadi tempat mencari nafkah bagi masyarakat pesisir kini berubah menjadi area komersial atau industri, yang sama sekali tidak mendukung kelangsungan hidup nelayan tradisional.
“Dulu kami bisa menanam rumput laut di sini. Itu salah satu sumber penghasilan selain melaut. Tapi sekarang tanahnya sudah ditimbun untuk pembangunan,” ujar Siti, seorang ibu nelayan dari Desa Tlanakan. Siti dan keluarganya telah bertahun-tahun menggantungkan hidup pada hasil laut dan rumput laut yang tumbuh subur di perairan Madura. Namun, reklamasi telah memaksa mereka mencari cara lain untuk bertahan hidup.
Penurunan kualitas air laut akibat pencemaran dan aktivitas industri juga menjadi masalah besar. Beberapa komunitas melaporkan penurunan drastis jumlah ikan dan hasil laut lainnya. Selain itu, mereka juga kesulitan menjaga kelestarian lingkungan pesisir yang dahulu menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari.
Kearifan Lokal yang Tergusur oleh Modernisasi
Masyarakat pesisir di Pamekasan, seperti halnya masyarakat adat di tempat lain, memiliki kearifan lokal yang kaya akan nilai-nilai pelestarian alam. Pengetahuan ini diwariskan dari generasi ke generasi, melalui praktik bertani rumput laut, penangkapan ikan yang ramah lingkungan, hingga cara-cara menjaga ekosistem mangrove di sekitar pantai.
Namun, modernisasi dan masuknya teknologi penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan perlahan-lahan mengikis pengetahuan tersebut. Banyak nelayan muda yang lebih memilih menggunakan alat tangkap modern yang dapat merusak ekosistem laut, meskipun para tetua desa berusaha mempertahankan cara-cara tradisional yang lebih berkelanjutan. “Anak-anak muda sekarang banyak yang menggunakan jaring pukat. Memang hasilnya cepat, tapi dampaknya buruk untuk terumbu karang. Kita bisa kehilangan sumber ikan kalau begini terus,” ujar Pak Misbah, seorang nelayan senior di Pamekasan.
Di sisi lain, laju urbanisasi dan modernisasi pesisir yang tidak terkontrol membuat masyarakat pesisir kehilangan ruang untuk menerapkan kearifan lokal. Banyak lahan pesisir yang dialihfungsikan menjadi wilayah industri, pariwisata, atau perumahan. Ini membuat mereka semakin terdesak, baik secara ekonomi maupun budaya.
Perjuangan dari Masyarakat Pesisir
Meskipun menghadapi berbagai tantangan, masyarakat pesisir di Pamekasan tidak tinggal diam. Di beberapa wilayah, mereka mulai membentuk kelompok-kelompok nelayan yang berusaha mempertahankan metode penangkapan ikan tradisional dan menjaga kelestarian ekosistem laut. Mereka juga bekerja sama dengan berbagai lembaga lingkungan untuk mengatasi masalah kerusakan terumbu karang dan pencemaran laut.
Salah satu upaya yang menonjol adalah program rehabilitasi mangrove di beberapa desa pesisir. Mangrove, yang berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi dan tempat berkembang biaknya ikan, telah banyak hilang akibat aktivitas manusia. Namun, dengan inisiatif masyarakat setempat, mereka mulai menanam kembali mangrove di sepanjang pesisir, sebagai upaya menjaga keseimbangan ekologi dan melindungi lingkungan dari dampak negatif perubahan iklim.
Mendengar Suara yang Terabaikan
Masyarakat pesisir Pamekasan memiliki suara yang selama ini terabaikan dalam kebijakan pembangunan. Padahal, mereka adalah garda terdepan dalam menjaga ekosistem laut dan pesisir yang penting bagi kelangsungan hidup kita semua. Mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang berharga tentang bagaimana merawat alam dengan cara yang berkelanjutan.
Namun, untuk mendukung mereka, kita perlu memberikan perhatian lebih pada hak-hak masyarakat pesisir dan mendengar suara mereka dalam pengambilan keputusan terkait lingkungan. Jika kita terus mengabaikan suara-suara dari golongan yang terpinggirkan ini, bukan hanya kehidupan mereka yang terancam, tetapi juga keberlanjutan ekosistem yang kita butuhkan untuk masa depan. Melibatkan masyarakat pesisir dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan adalah langkah penting untuk menemukan keseimbangan antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Ini bukan hanya tentang membuat keputusan yang tepat, tetapi juga tentang mendengar cerita dan pengalaman mereka yang telah hidup selaras dengan alam.
Dengan menciptakan ruang untuk dialog yang terbuka dan inklusif, kita tidak hanya mengakui keberadaan mereka, tetapi juga memperkuat komitmen bersama untuk menjaga ekosistem yang sangat penting bagi kita semua. Suara mereka adalah kunci untuk menemukan solusi yang tepat dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin rumit.