Pernahkah kalian menyaksikan masyarakat yang hidupnya ketergantungan? Apa yang orang lain katakan? Dan apa yang orang lain pikirkan tentang mereka? Atau bahkan kalian sendiri pernah merasakannya?
Masyarakat yang hidup di Pedesaan khususnya, mereka secara cepat menangkap apa yang didengar, bahkan langsung percaya tanpa adanya klarifikasi dengan bukti yang nyata. Mungkin inilah yang dikatakan masyarakat primitif, mereka belum mengalami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena masih miskin akan ilmu dan harta.
Sangat sulit untuk menjangkau masyarakat seperti ini, menyebabkan mereka tersaing dengan dunia luar, tidak mengenal baca tulis, sehingga tradisi atau istiadat diturunkan dari mulut ke mulut (melalui pemahaman secara lisan). Mereka cenderung kurang deferensiasi, sukar membedakan masalah, antar masalah satu dan masalah yang lain, sehingga mencampur adukkan antara satu dan lainnya, seperti urusan agama, ekonomi, pemerintah dan sebagainya.
Seperti yang sudah kita ketahui bahwa kata Masyarakat tidaklah asing di telinga kita. Secara umum Masyarakat adalah sekumpulan individu-individu yang hidup bersama, bekerja sama untuk memperoleh kepentingan bersama yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma dan adat istiadat yang ditaati dalam lingkungannya.
Menurut saya, saat ini definisi diatas tidaklah berlaku, banyak Masyarakat menciptakan kubu-kubu baru untuk kepentingan pribadi, bukan lagi kepentingan bersama. Mirisnya kubu tersebut tidaklah seimbang, mereka yang ber otak modern berkumpul dalam satu komunitas, sedangkan mereka yang ber otak awam dikumpulkan sebagai objek dalam berpolitik.
Tentu mereka yang awam tidak sadar bahwa mereka sedang di permainkan dalam sebuah konflik, karena mereka yang modern dengan agresifnya memutar otak dalam sebuah misi bagaikan bunglon yang bersifat manipulatif. Iya kita tahu bahwa masyarakat Desa kental akan hubungan kekerabatan, bahkan mereka dengan mudah memanfaatkan hal tersebut untuk mendoktrin emosional nya terhadap suatu konflik diluar kenyataan.
Bahasa awam disini bukan hanya dari sudut pandang islam seperti yang ulama jelaskan, bahwa orang yang awam dalam agama yakni orang yang tidak memiliki perangkat untuk berijtihad dan menggali hukum sendiri dari dalil-dalil agama. Melainkan juga dari sudut pandang sosial dan budaya, mereka tidak mempunyai dasar yang kuat untuk mempertahankan kehidupannya.
Sedangkan kata masyarakat jika dilihat dari bahasa Arab yaitu “Musyarak” yang berarti Hubungan (Interaksi). Jika kita mengaca dari arti diatas, alangkah baiknya masyarakat mempunyai sifat yang berinteraksi baik pada semua orang tanpa pandang materi. Mereka yang awam membutuhkan arahan untuk tidak salah persepsi, dan bukan malah memperbudak kesalahan persepsi tersebut demi menciptakan nama baik perseorangan.
Mereka yang berpangkat tak lagi menegakkan keadilan, para pelopor menarik akal sehat mereka menjelma layaknya sayap kiri. Engkau memperlakukan mereka sebagai ladang finansial, bersosok baik seolah engkau spiderman bagi mereka yang awam, bontang banting memperjuangkan ekonomi mereka, hingga pada akhirnya engkau sendiri yang menggerus dan menikmati separuh hasilnya. Lantas apa yang bisa mereka perbuat selain menyanjungmu yang tak berprikemanusiaan.
Pada dasarnya seseorang yang tidak mempunyai dasar ilmu pengetahuan, akan mudah percaya terhadap orang yang lebih berpengetahuan, sebab mereka merasa bahwa orang tersebutlah yang dapat dipercaya dengan ilmunya dibandingkan dengan dirinya sendiri. Tak perlu heran jika banyak masyarakat yang mengagungkan seseorang yang lebih berilmu. Hanya merekalah yang kurang tepat memanfaatkan pengetahuannya.
Bukankah ada sepatah kata yang berbunyi kebenaran selalu berada di atas kebohongan. Iya betul, mungkin jika mereka berfikir bahwa kemenangan di raih olehnya dengan cara apapun, maka suara kebenaran pun bersorak bahwa tidak selamanya sesuatu yang diraih dari jalan yang salah akan bertahan. Jadi tak ada yang perlu dibanggakan apa yang engkau usahakan melalui jalan yang menyimpang.
**Oleh: As’adiyah