Menu

Mode Gelap
HMPS Ekonomi Syari’ah Adakan Entrepreneurship Workshop Semarak Bulan Bahasa, HMPS TBIN Adakan Pemilihan Duta Bahasa Indonesia IAIN Madura Gelar Pisah Sambut Kabiro AUAK IAIN Madura Tidak Masuk 3 Besar Kampus Terbaik di Madura Versi Kemendikbudristek RI Dianggap Tidak Mendidik, Konten IMTV Mendapat Kritikan

Artikel · 17 Agu 2014 16:57 WIB ·

Membangunkan Indonesia Menuju Masa Depan


 Membangunkan Indonesia Menuju Masa Depan Perbesar

Photo by Rizky Rahmat Hidayat on Unsplash

Refleksi Hari Kemerdekaan 17 Agustus

Oleh : Mawardi*

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang berdasarkan pancasila, bangsa yang menjunjung tinggi ke-Bhinneka-an Tunggal Ika. Dengan Bhinneka Tunggal Ika Indonesia dikatakan besar dan diakui oleh dunia Internasional. Laut terbentang luas, hutan-hutan berderet indah, berbagai macam suku, budaya, ras, agama, bahasa, terdiri dari pulau-pulau dan seni budaya yang ada di Indonesia. Maka Bhinneka Tunggal Ika adalah samboyan satu-satunya bangsa Indonesia.

Nilai Pancasila yang diberikan kepada bangsa ini memberikan dampak luar biasa pengaruhnya, nilai luhur pancasila dapat mempersatukan dan terhormat, sebab hanya bangsa Indonesia yang kaya akan perbedaan dan khazanah budaya bangsa. Terlihat jelas persatuan dan kesatuan bangsa ini. Sampai-sampai ber-korupsi-pun harus bekerja sama untuk memperolehnya. Betapa persahabatan dan perselingkuhan pejabat yang sangat indah dan menjun-jung persahaban dan kekerabatan.

17 Agustus merupakan hari bersejarah dimana Indonesi mencapai puncak kemerdekaan dari para penjajah. Maka hari ini bangsa Indonesia harus mempunyai jiwa ketuhanan. Menumbuhkan kembali jiwa-jiwa persahabatan, toleransi, tidak saling hujat sesama bangsa walau beda keyakinan, suku bangsa, dan tercapailah Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan bangunnya Jiwa Bangsa ini akan melahirkan Jiwa-jiwa kemanusiaan yang adil dan beradap, kemanusiaan, kedaulatan, berkeadilan sosial seperti termaktup dalam Pancasila. Jika bangsa Indonesia mampu mengemban semua ini, akan menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat. Namun dengan catatan, para birokrasi tidak hanya ambil enaknya.

Wage Rudolf Soepratman (9 Maret 1903) pengarang lagu “Indonesia Raya” membubuhkan kalimat penggugah hati pembacanya. Seperti yang termaktup dalam kalimatnya “Bangunlah Jiwanya” dari lagu WR. Sopratman inilah kita belajar membangunkan jiwa-jiwa yang tertidur selama puluhan tahun. Dengan lagu Indonesia Raya kobarkan semangat perjuangan, pembangunan jiwa-jiwa untuk berkorban demi masa depan yang cerah. Pondasi dasar untuk membangun bangsa ini  adalah membangunkan jiwa-jiwa bangsa sendiri. Bangunnya jiwa-jiwa bangsa diharapkan dapat mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Akan tetapi demikian, pembangunan jiwa ini pulalah yang keberadaannya tidak lagi diperhitungkan oleh bangsa ini, dari pejabatnya sendiri, masyarakat besar atau kecil, kurangnya kesadaran pada jiwa-jiwa mereka. Dengan demikian bangsa Indonesia membuat empat kesalahan besar didalam berkehidupan bernegara yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga mengakibatkan “Bhinneka Tinggal Luka”.

Kesalahan yang dilakukan bernegara yang akan mengakibatkan kehancuran bagi bangsa dan negara:
Pertama. Hilangnya budaya saling menghargai antar sesama. Bangsa yang kita anggap besar ini sudah mulai kehilangan budaya menghargai antar sesam, lihat saja beberapa fenomina bangsa, saling menyalahkan satu sama lain, baik individu atau secara kelompok, dan menganggap bahwa hanya kelompoknya saja yang paling benar.

Hal semacam inilah yang berakibat fatal bangsa Indonesia, sungguh sangat disayangkan ketika satu kelompok menjelekkan kelompok lain, melecehkan dan tidak menghargai karya orang lain. Kita hidup di negara demokrasi, yang mengedepankan kesatuan dan persatuan bangsa. Tidak sedikit diketahui peperangan antar kelompok, suku, bangsa dan agama, semua ini terjadi karena hanya menilai orang lain atau kelompok hanya dari sisi negatifnya saja. Aneh bukan? negara yang demokrasi saling hujat sesama warga Indonesia !

Kedua. Hilangnya budaya nasehat-menasehati, tidak kita pungkiri bersama, bahwa bangsa ini telah menjadi negara yang amatir, bangsa yang cuek. Yang dikepentingkan hanya kepentingn dirinya sendiri dan kelompoknya. Sementara mereka yang tertindas di jalan-jalan dibiarkan saja, TKW-TKW Indonesia yang pada tahun-tahun sebelumnya seharusnya mendapat perhatian justru dibiarkan begitu saja. Kita tahu bagaimana Soekarno dulu memperjuangkan keberadaan bangsa ini, dengan semangat kerja keras dan menjalin satu kesatuan dengan masyarakat untuk menumpas para penjajah.

Ketiga, Hilangnya Budaya memafkan. Dari dua kesalahan yang tetera di atas akan menambah masalah lagi yang penulis piker akan memperparah kebaradaan bangsa Indonesia. Ketika bangasa melakukan dua hal di atas tersebut akan berdampak pada kesalahan yang ke-tiga ini. Karena dapat dipastikan dengan hilangnya kedua budaya menghargai dan budaya saling menasihati justru menjadikan bangsa menjadi bangsa yang pendendam yang pastinya bisa merusak keutuhan NKRI.
Keempat. Hilangnya Budaya Persatuan dan Kestuan. Selogan yang sering kita dengar “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” sduah menua dan hilang dari perbincangan dewasa sekarang. Kita seperti hidup sendiri-sendiri, tidak membutuhkan orang lain untuk membantu. Rasa tolong-menolong telah terkikis, falsafah bangsa sudah tidak diindahkan lagi.

Dalam tubuh Pancasila terdapat “Persatuan Indonesia” melambangkan demokrasi yang susungguhnya. Namun kenyataan yang ada berbalik arah. Amalan yang diberikan Pancasila Tak seindah dulu yang mengutamakan satu kesatuan yang utuh. Tampak sekali hanya kerja individualisme yang berkembang pada bangsa kita. Tak ada kepentingan berbangsa yang diutamakan, hanya kepentingan pribadi dan kelompoknya saja yang didahulukan.

Belajar dari hal itu, kita sadari bahwa bangsa yang besar harus menjadi bangsa yang dewasa. Sebab dengan demikian cita-cita proklamasi akan terpenuhi. Dengan menjadi bangsa yang dewasa dan membangunkan jiwa-jiwa yang terlelap bangsa Indonesia akan menjadi besar, bukan hanya besar dalam mulut. Karena sejatinya menjadi bangsa yang hebat dan bermartabat serta terhormat bisa memenuhi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bangsa ini sudah seharusnya kobarkan semangat juang kembali, menanamkan jiwa keberanian pada setiap jiwa kita masing-masing tanpa ada interpensi dari siapapun. Terwujudnya jiwa kesadaran bisa membuat bangsa Indonesia mencapai apa yang diinginkan. 17 Agustus adalah awal merancang, membangunkan jiwa untuk bangsa Indonesia Kedepan. Mari kita wujudkan harapan bangsa ini untuk meperoleh kebaikan. Tidak ada lagi penindasan kaum lemah, semuanya mestinya mendapatkan kesamaan derajat, tidak ada diskriminasi. Merdeka”!

*) Penulis adalah Mantan Pimpinan Umum LPM Activita

Artikel ini telah dibaca 9 kali

badge-check

Penulis

Artikel · 17 Agu 2014 16:57 WIB ·

Membangunkan Indonesia Menuju Masa Depan


 Membangunkan Indonesia Menuju Masa Depan Perbesar

Photo by Rizky Rahmat Hidayat on Unsplash

Refleksi Hari Kemerdekaan 17 Agustus

Oleh : Mawardi*

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang berdasarkan pancasila, bangsa yang menjunjung tinggi ke-Bhinneka-an Tunggal Ika. Dengan Bhinneka Tunggal Ika Indonesia dikatakan besar dan diakui oleh dunia Internasional. Laut terbentang luas, hutan-hutan berderet indah, berbagai macam suku, budaya, ras, agama, bahasa, terdiri dari pulau-pulau dan seni budaya yang ada di Indonesia. Maka Bhinneka Tunggal Ika adalah samboyan satu-satunya bangsa Indonesia.

Nilai Pancasila yang diberikan kepada bangsa ini memberikan dampak luar biasa pengaruhnya, nilai luhur pancasila dapat mempersatukan dan terhormat, sebab hanya bangsa Indonesia yang kaya akan perbedaan dan khazanah budaya bangsa. Terlihat jelas persatuan dan kesatuan bangsa ini. Sampai-sampai ber-korupsi-pun harus bekerja sama untuk memperolehnya. Betapa persahabatan dan perselingkuhan pejabat yang sangat indah dan menjun-jung persahaban dan kekerabatan.

17 Agustus merupakan hari bersejarah dimana Indonesi mencapai puncak kemerdekaan dari para penjajah. Maka hari ini bangsa Indonesia harus mempunyai jiwa ketuhanan. Menumbuhkan kembali jiwa-jiwa persahabatan, toleransi, tidak saling hujat sesama bangsa walau beda keyakinan, suku bangsa, dan tercapailah Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan bangunnya Jiwa Bangsa ini akan melahirkan Jiwa-jiwa kemanusiaan yang adil dan beradap, kemanusiaan, kedaulatan, berkeadilan sosial seperti termaktup dalam Pancasila. Jika bangsa Indonesia mampu mengemban semua ini, akan menjadi bangsa yang bermartabat dan terhormat. Namun dengan catatan, para birokrasi tidak hanya ambil enaknya.

Wage Rudolf Soepratman (9 Maret 1903) pengarang lagu “Indonesia Raya” membubuhkan kalimat penggugah hati pembacanya. Seperti yang termaktup dalam kalimatnya “Bangunlah Jiwanya” dari lagu WR. Sopratman inilah kita belajar membangunkan jiwa-jiwa yang tertidur selama puluhan tahun. Dengan lagu Indonesia Raya kobarkan semangat perjuangan, pembangunan jiwa-jiwa untuk berkorban demi masa depan yang cerah. Pondasi dasar untuk membangun bangsa ini  adalah membangunkan jiwa-jiwa bangsa sendiri. Bangunnya jiwa-jiwa bangsa diharapkan dapat mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Akan tetapi demikian, pembangunan jiwa ini pulalah yang keberadaannya tidak lagi diperhitungkan oleh bangsa ini, dari pejabatnya sendiri, masyarakat besar atau kecil, kurangnya kesadaran pada jiwa-jiwa mereka. Dengan demikian bangsa Indonesia membuat empat kesalahan besar didalam berkehidupan bernegara yang menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga mengakibatkan “Bhinneka Tinggal Luka”.

Kesalahan yang dilakukan bernegara yang akan mengakibatkan kehancuran bagi bangsa dan negara:
Pertama. Hilangnya budaya saling menghargai antar sesama. Bangsa yang kita anggap besar ini sudah mulai kehilangan budaya menghargai antar sesam, lihat saja beberapa fenomina bangsa, saling menyalahkan satu sama lain, baik individu atau secara kelompok, dan menganggap bahwa hanya kelompoknya saja yang paling benar.

Hal semacam inilah yang berakibat fatal bangsa Indonesia, sungguh sangat disayangkan ketika satu kelompok menjelekkan kelompok lain, melecehkan dan tidak menghargai karya orang lain. Kita hidup di negara demokrasi, yang mengedepankan kesatuan dan persatuan bangsa. Tidak sedikit diketahui peperangan antar kelompok, suku, bangsa dan agama, semua ini terjadi karena hanya menilai orang lain atau kelompok hanya dari sisi negatifnya saja. Aneh bukan? negara yang demokrasi saling hujat sesama warga Indonesia !

Kedua. Hilangnya budaya nasehat-menasehati, tidak kita pungkiri bersama, bahwa bangsa ini telah menjadi negara yang amatir, bangsa yang cuek. Yang dikepentingkan hanya kepentingn dirinya sendiri dan kelompoknya. Sementara mereka yang tertindas di jalan-jalan dibiarkan saja, TKW-TKW Indonesia yang pada tahun-tahun sebelumnya seharusnya mendapat perhatian justru dibiarkan begitu saja. Kita tahu bagaimana Soekarno dulu memperjuangkan keberadaan bangsa ini, dengan semangat kerja keras dan menjalin satu kesatuan dengan masyarakat untuk menumpas para penjajah.

Ketiga, Hilangnya Budaya memafkan. Dari dua kesalahan yang tetera di atas akan menambah masalah lagi yang penulis piker akan memperparah kebaradaan bangsa Indonesia. Ketika bangasa melakukan dua hal di atas tersebut akan berdampak pada kesalahan yang ke-tiga ini. Karena dapat dipastikan dengan hilangnya kedua budaya menghargai dan budaya saling menasihati justru menjadikan bangsa menjadi bangsa yang pendendam yang pastinya bisa merusak keutuhan NKRI.
Keempat. Hilangnya Budaya Persatuan dan Kestuan. Selogan yang sering kita dengar “Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” sduah menua dan hilang dari perbincangan dewasa sekarang. Kita seperti hidup sendiri-sendiri, tidak membutuhkan orang lain untuk membantu. Rasa tolong-menolong telah terkikis, falsafah bangsa sudah tidak diindahkan lagi.

Dalam tubuh Pancasila terdapat “Persatuan Indonesia” melambangkan demokrasi yang susungguhnya. Namun kenyataan yang ada berbalik arah. Amalan yang diberikan Pancasila Tak seindah dulu yang mengutamakan satu kesatuan yang utuh. Tampak sekali hanya kerja individualisme yang berkembang pada bangsa kita. Tak ada kepentingan berbangsa yang diutamakan, hanya kepentingan pribadi dan kelompoknya saja yang didahulukan.

Belajar dari hal itu, kita sadari bahwa bangsa yang besar harus menjadi bangsa yang dewasa. Sebab dengan demikian cita-cita proklamasi akan terpenuhi. Dengan menjadi bangsa yang dewasa dan membangunkan jiwa-jiwa yang terlelap bangsa Indonesia akan menjadi besar, bukan hanya besar dalam mulut. Karena sejatinya menjadi bangsa yang hebat dan bermartabat serta terhormat bisa memenuhi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Bangsa ini sudah seharusnya kobarkan semangat juang kembali, menanamkan jiwa keberanian pada setiap jiwa kita masing-masing tanpa ada interpensi dari siapapun. Terwujudnya jiwa kesadaran bisa membuat bangsa Indonesia mencapai apa yang diinginkan. 17 Agustus adalah awal merancang, membangunkan jiwa untuk bangsa Indonesia Kedepan. Mari kita wujudkan harapan bangsa ini untuk meperoleh kebaikan. Tidak ada lagi penindasan kaum lemah, semuanya mestinya mendapatkan kesamaan derajat, tidak ada diskriminasi. Merdeka”!

*) Penulis adalah Mantan Pimpinan Umum LPM Activita

Artikel ini telah dibaca 0 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Dilema Pilihan Jodoh: Antara Harapan Orang Tua dan Kebebasan Anak

1 Oktober 2024 - 16:43 WIB

Pentingnya Friendly dalam Kehidupan Sehari-hari

29 September 2024 - 16:40 WIB

Peran Self Love dalam Mengatasi Insecure Perempuan

28 September 2024 - 13:37 WIB

Menghilangkan Rasa Tidak Percaya Diri dengan Mencintai Diri Sendiri

KAPASITAS PENDIDIKAN BAGI PEREMPUAN MADURA

27 September 2024 - 08:44 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura

Kesetaraan Gender dan Budaya Patriaki yang Tak Kunjung Lekang

24 September 2024 - 15:04 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura

IAIN Madura Tidak Masuk 3 Besar Kampus Terbaik di Madura Versi Kemendikbudristek RI

11 Oktober 2022 - 07:29 WIB

Trending di Artikel