STAIN Pamekasan- Ketua Jurusan (Kajur) Tarbiyah mengadakan studium general di Auditorium Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan. Studium general sangatlah penting bagi mahasiswa sebelum perkuliahan aktif, dan studium general ini dilaksanakan pada selasa (25/08).
Penyelenggaraan studium general ini bertema “Membangun Budaya Akademik di Perguruan Tinggi” yang disampaikan langsung oleh Masdar Helmy.,Ph.d, yang sekarang menjadi Wakil Derektur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya.
Sedangkan mahasiswa yang ikut studium general berjumlah seribu orang, itupun karena banyak yang tidak datang. Akan tetapi meski mahasiswa tidak datang semua, acara tetap berjalan.
Mahasiswa yang ikut studium general ini khusus untuk Jurusan Tarbiyah semester gasal, sedangkan untuk Jurusan Syariah dilaksanakan pada sore hari pukul 13.00 WIB.
Pada waktu acara berlangsung, bangku banyak yang kosong. Hal itu karena mahasiswa banyak yang hanya mengambil kupon, lalu keluar dari ruangan. Padahal panitia sudah memberikan arahan, namun mahasiswa tetap tidak mendengarkan.
Kajur dan dosen Syariah menyambut dengan rasa kecewa, karena biasanya kalau acara belangsung mahasiswa itu diam tidak bebicara sendiri. Mahasiswa banyak yang berbicara sendiri. Oleh karena itu, Kajur merasa kecewa terhadap peserta studium general.
“Mahasiswa harus bisa menyesuaikan diri dengan budaya civitas akademika STAIN Pamekasan. Karena sistem yang berada di STAIN Pamekasan jauh beda dengan masa sekolah SMA,” ungkap Muhlis Solichin, Kajur Tarbiyah, dalam sambutanya. Pada penyampaian sambutan itu, masih ada mahasiswa yang berbicara dan tidak mendengarkan, padahal sambutan ini sangat penting dan perlu didengarkan oleh mahasiswa.
“Tema ini sangat penting, karena selama ini standar akademik yang dimiliki oleh kampus-kampus Indonesia, terutama di kalangan kampus Perguruan Tinggi Islam Negeri atau swasta sangat rendah. Kalau kita melihat misalnya peringkat antar kampus Islam atau non-Islam, sangat jauh kolektif kampus non-Islam atau kampus umum seperti UI, UNAIR. Sedangkan budaya akademiknya sudah maju,” papar Helmy kepada crew Vita Pos.
Menurutnya, tema yang dangkat sangat relevan, karena ini adalah kebutuhan semua mahasiswa dan kebutuhan dosen, juga sampai unsur pimpinan yang menopang terciptanya budaya akademik yang bagus.
Ia sering mengisi di Madura, salah satunya di Al-Amin Prenduan Sumenep dan kampus yang lainnya. Ia menegaskan bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah mutu dan kualitas mahasiswa. Tidak cukup hanya dengan teori, karena untuk mengaplikasikan di lingkungan masyarakat sangat sulit sekali.
“Senang memperluas pengatahuan dan banyak mahasiswa yang mengeluh karena tidak kebagian kupon. Padahal dia sudah mau masuk tapi pintunya ditutup karena kuponnya habis,” kata Ardi, mahasiswa TBI.
Rasa puas datang dari Ummi Kulsum, mahasiswa PBA. “Saya setuju dengan tema, karena kita bisa tahu seperti apa budaya-budaya akademik sebenarnya. Saya merasa puas, soalnya dari penyampaiannya sangat bagus dan mengena terhadap budaya akademik. Dan apa yang disampaikan hari ini melalui simposium yang sangat sederhana ini, saya sungguh apresiasi sekali mengingat budaya-budaya semacam itu telah mengalami deviasi dan dekadensi yang terlalu jauh,” ujar Ummi
Menurut Ardi mahasiswa TBI, pemateri selain memberikan teori, juga sekaligus memberikan motivasi kepada mahasiswa untuk membangun budaya akademik. Tidak hanya berteori, taoi juga menerangkan faktor-faktor yang kurang mendukung untuk membangun budaya akademik dan cara menerapkannya.
Tema itu memang dipilih untuk bisa menciptakan suasana akademik yang baik ketika mereka aktif kuliah. Sehingga mereka sudah mempunyai bekal mengenai apa yang menjadi kewajiban dan kegiatan mahasiswa.
“Semoga mahasiswa benar-benar memiliki budaya akademik. Misalnya menjalankan tugas akademik yang disiplin, tidak melakukan plagiat, mencontek dan lain sebagainya,” kata Siswanto, Sekretaris Jurusan Tarbiyah.
Helmy menyampaikan tiga harapan. Pertama, mahasiswa mampu menjalani proses akademik yang baik. Kedua, mahasiswa dapat difasilitasi oleh pihak kampus dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Ketiga, mampu memaknai setiap proses yang mereka lalui.
(Syafii)