Oleh: Anis Amalia* |
Buku Berwajah Hujan
Aku memang gemar menyusuri lorong perpustkaaan, sendirian
Entah pagi, siang, maupun sore hari
Lorong yang kuintip tidak itu-itu saja
Aku menyisir banyak lorong
Karena bagiku, setiap lorong memiliki magnet masing-masing
Sabtu, terkadang perpustakaan akan tutup
Tapi tidak kala itu
Saat itu aku sedang ingin menyusuri lorong buku sejarah
Karena kemarin malam adikku bertanya sejarah kota tempat kami menetap
Dan aku tidak dapat menjawab pertanyaannya
Malulah aku seketika
Sunyi aku menelusuri lorong itu
Lalu mataku menarik pada satu buku bersampul masam
Ah, bukan masam
Tapi, apa, ya?
Di sampul tersebut terlihat wajah perempuan tertunduk lesu
Jadi kuibaratkan saja ‘bersampul masam’
Kuambil buku tersebut dari raknya
Kulihat-lihat daftar isi, kata pengantar, juga penulisnya
Sekilas aku tak mampu menebak isi buku ini
Seperti sampulnya. Isinya juga sepertinya ‘masam’
Atau jangan-jangan pikiranku saja yang masam?
Agak lama aku memikirkan isi tersebut
Tanpa mencoba membaca sebaris prolognya
Lalu dari luar terdengar suara gaduh
Ternyata hujan lebat datang mendadak
Saat aku masih menebak isi buku bersampul masam itu
26 agustus 2019
Dipangku Ibu
Saat ini, inginku hanya satu
Dipangku Ibu
Dibelai rambutku
Ditabahkan hatiku
Saat ini, inginku tak aneh, tak banyak
Dipangku Ibu
Saat dunia kurasa sesak, kuingin…
Dipangku Ibu
Dipangku Ibu,
Adalah dipangku ratu
Ratu dalam hidupku
Ingin kulepas semua beban ini
Ingin kutumpahkan tangis ini
Di pangkuan Ibu
Mendengar nasihat dan sarannya adalah asupan bagiku
Energi agar aku tetap bertenaga menghadapi segala
Senyum dan tangisnya bagiku sama saja
Sama-sama melumpuhkan aku
Aku ingin…
Segera…
Dipangku Ibu.
27 agustus 2019
Sekat-Sekat Tangisan
Sesakku gugup dalam tangisan
Kala mendapati penopang hidupku akan jatuh tertatih
Bak terluka lalu diiris sembilu
Aku menangis tersedu-sedu menjadi biru
Manusia memang lemah
Terlebih bila melihat poros dunianya akan berpindah
Aku tetaplah aku
Tak ubah jadi mereka ataupun kamu
Aku tetap memilih menderaskan air mata
Kala semestaku tak lagi di mata
Tangisku kuberi sekat
Agar tak terlihat
Namun gagal
Tangisku tak dapat kutanggal
29 agustus 2019
Bayang Buram
Menghitam
Bayangan akan selalu menjadi hitam
Di mana pun, kapan pun
Manusia adalah tuan bagi dirinya sendiri
Menjadi sopir ke mana pun ia hendak mengemudi
Menjadi arah ke mana pun ia akan berlabuh
Tak memandang waktu telah menjumpai subuh
Manusia tetaplah manusia
Di tengah keramaian,
Ia bisa menjadi sepi
Lalu bunuh diri
Bila telah bunuh diri,
Ia merasa hidup sangatlah sepi
Lalu ingin bangkit lagi
29 agustus 2019
*Penulis adalah mahasiswi Prodi Hukum Keluarga Islam (HKI) dan anggota magang UKK LPM Activita