Activita.co.id- Saya persembahkan tulisan ini untuk Jemaat Activita I-A-I-N Madhurâ. Sengaja dikemas dengan candaan, biar menulis gak dianggap ruwet. Ya, namanya juga dakwah literasi untuk keluarga sendiri, saya oven saja materi ini di website kebanggaan Activita. Itung-itung, marombu webnya. Haha.
Besar harapan, Activita tetap menjadi wadah belajar agen –gas elpiji perubahan dan jadi corong kebenaran melalui karya jurnalistik-sastra serta semangatnya terus menyala, cuy.
Beberapa hari yang lalu, melalui aplikasi percakapan, Bu’ PU Usro meminta saya mencarikan pemateri untuk temani kepengurusan diskusi cara menulis esai. Saya coba kontak beberapa rekan, ternyata belum ada yang siap, karena soal waktu.
Bu’ PU Usro pun meminta saya jadi ban serepnya. Tahu sendiri, kan, apa fungsi dari ban serep? Yesssss, bantu ringankan pikiran orang yang sedang genting di perjalanan. Ibarat ban serep mobil pick up, keberadaanya nyaris tak terlihat. Kalau tidak diumpetin di bawah box, ya jadi tempat duduk alternatif. Atau ia sengaja ditinggal bila ban asli-yang biasa digunakan masih oke.
Awalnya, saya berniat untuk menolak alasan sibuk pekerjaan. Tapi karena LPM Activita tercatat dalam dairy proses belajar saya, berasa berdosa jika tidak menggubris permintaan manusia paling ruwet di Activita periode ini.
Saya memang tidak gampang menerima undangan-permintaan jadi pemateri pada pelatihan-diskusi kepenulisan, apapun kemasan dan di mana pun tempatnya. Tapi karena ini permintaan keluarga sendiri, saya merasa punya tanggungjawab untuk mengiyakan. Bukan sok jual mahal dan sombong, hanya saja, belajar untuk mencapai tingkatan itu. Bahaha.
Perihal materi menulis esai, sebenarnya berseliweran di ragam medium. Bahkan, pelatihan menulis esai pun kerap dilaksanakan oleh komunitas dan instansi. Hanya saja, jutaan kali membaca materi dan mengikuti pelatihan menulis esai tidak menjamin kita bisa menulis esai tanpa aksi nyata dengan latihan.
Artinya, penulis jenis tulisan apapun itu bisa menulis karena sering latihan, bukan hanya pamer foto momen pelatihan-diskusi di media sosialnya yang kadang dikatain sok ‘Si Paling ini itulah’ oleh para netizen nakal dan bikin kesal.
Jurus Sat-set Bikin Esai
Menulis itu gampang jika tahu caranya dan sudah terbiasa menulis. Susah jika tidak tahu caranya dan tidak pernah menulis. Kali ini, saya mau bagikan jurus sat-set bikin takjil paling enak menulis esai khusus calon pengangguran pejuang hidup di masa depan.
Warning! Semisal usai baca materi ini, para Jemaat Activita – tidak juga menulis – tidak praktik sendiri di lain waktu, sama saja manteman mengingkari potensi diri yang diberikan Tuhan.
Bahkan, saya berani katakan manteman menistakan kerja keras pengurus Activita yang rela lapar –kan, sedang puasa juga toh. Atau ada yang sudah mokel hari ini? Ajak-ajak dong!– demi sama-sama upgrade pengetahuan menulisnya selama di Activita.
Perihal menulis esai itu ibarat membangun rumah. Membangun rumah sekecil apapun harus ada modal meski hanya modal kemauan, desain rumah, bahan material, mau dipoles dengan cat warna apa saja, dan kapan mau digarap.
Begitupun dengan menulis esai. Dalam menulis esai, harus mempersiapkan dulu; kemauan, topik, kerangka, dan mau ditulis dengan gaya bahasa seperti apa dan mau dikirim media mana.
Kita mulai dulu dari kemauan sebagai modal utamanya. Kemauan itu bisa karena ;Pertama, ingin menulisnya karena ingin memenuhi tugas akademis seperti tugas dan lomba. Kedua, karena ingin berbagi gagasan kepada publik melalui tulisan esai. Ketiga, karena ingin mencari cuan dengan cara menulis di media berbayar. Tiga hal itu sudah jamak dialami oleh para penulis esai.
Selanjutnya, menentukan topik untuk esai yang diinginkan. Memilih topik bahasan dalam esai itu penting untuk dilakukan oleh calon sarjana pengangguran kelak penulis esai. Bahaha. Karena itu sebagai acuan untuk lebih memudahkan calon penulis dalam mencari sumber referensi, fakta, anekdot, juga kejadian di sekitar kita untuk bisa dijadikan sebagai ilustrasi.
Kalau menurut petuah penulis bernama Iqbal Aji Daryono –saya menyebutnya Si Raja Esai Populer, kita bisa memilih topik yang hangat. Semisal dalam minggu ini sedang ramai soal elit politik sedekah palsu dengan senyuman di sudut-sudut persimpangan jalan. Maka kita bisa menulis esai soal narsistik para elit politik itu.
Ide untuk mendapatkan topik ini bisa didapat dari banyak hal. Bisa melalui berita di media berbasis pers baik digital maupun cetak, media sosial, bahkan kejadian yang terjadi di sekitar kita.
Penulis fiksi dan non fiksi bahkan jurnalis sekalipun, akan selalu memasang CCTV manusiawinya dimana pun dia berada. Tujuannya satu, untuk bisa mendapatkan ide yang bisa menjadi bahan tulisannya.
Menentukan kerangka dalam menulis itu hukumnya fardu ain. Jika bagian ini ditinggalkan akan mendapat dosa literat. Ibarat berbicara, kalau tidak terstruktur, lawan bicara akan bingung memahami pembicaraan kita. Kita sebagai penulis memiliki lawan bicara, yaitu pembaca. Bedanya, penulis berbicara dengan tulisan.
Nah, membuat orang lain bingung dalam membaca tulisan kita itu yang saya sebut dosa literat. Meskipun ganjarannya tidak terbayar dengan api neraka, dosa literat itu tidak ada ampunannya.
Artinya, penulis itu dituntut untuk bisa menyampaikan gagasannya dengan terstruktur. Nah, kerangka ini berfungsi untuk memudahkan bagi penulis. Mudahnya begini; Apa yang mau diletakkan pada paragraf pembuka, bagian tengah (tubuh esai) dan penutup.
Kemudian, kita hendak menggarap-menulis esai itu dengan gaya bahasa seperti apa? Untuk bagian ini, tidak ada salahnya kita meniru cara hidup bunglon sementara waktu. Sepakat atau tidak, jika kita menulis esai, perlu adaptif seperti bunglon. Tapi bukan manusia berkarakter bunglon, ya.
Misal kita menulis esai karena tugas akademik, maka kita kudu menulisnya sesuai perintah dosen. Jika dosen meminta menulis esai ilmiah, jangan sampai kita menulis esai populer. Begitupun dengan menulis esai untuk media massa. Jangan sampai menulis esai ilmiah, karena esai yang dimuat di media massa itu adalah esai populer.
Keduanya memiliki perbedaan yang mencolok. Wabilkhusus cara penulisan dan bahasanya. Penulisan esai ilmiah cenderung kaku sebab harus ada abstrak, pendahuluan, pembahasan, menggunakan bahasa yang baku, kesimpulan, referensi harus ditulis lengkap (footnote dan daftar pustaka) dan jumlah katanya pun lebih banyak.
Sedang esai populer sebaliknya. Lebih singkat dan bahasa lebih komunikatif dan bisa menyesuaikan dengan media massa yang kita tuju. Semisal kita menulis esai di Mojok.co dan Tirto.id itu pasti berbeda. Menulis di Mojok.co, kita bisa membubuhkan bahasa sehari-hari; seperti bahasa candaan, ngapak, ngejawa, bahkan nyelipkan Bhâsa Madhurâ sekalipun, nggak masalah. Berbeda dengan menulis di Tirto.id yang narasinya lebih tegas.
Kerangka Esai
Judul. Membuat judul tulisan apapun itu harus singkat dan menarik. Biar tak terlalu banyak fafifu dan hemat space, saya sarankan manteman langsung lihat contohnya di sini. Sudah disediakan 3 contoh esai karya saya pribadi.
Paragraf awal yang menarik. Ibarat toko, tampilan depan seperti etalase harus menarik bagi calon pelanggan. Kalau etalase kita sudah amburadul, tidak menutup kemungkinan calon pelanggan akan risih dan bisa jadi mengurungkan niat untuk membeli di toko kita.
Begitupun dengan tulisan esai kita. Nah, ibarat toko tadi, paragraf pembuka tulisan kita itu etalasenya. Kalau paragraf pembuka sudah tidak menarik, pembaca akan mengurungkan niat untuk menyelesaikan bacaannya.
Kita bisa membuka dengan fakta, opini, pendapat tokoh, pertanyaan dan pernyataan menggelitik, atau membuat anekdot.
Buatlah sub tema. Bagian ini berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada pembaca perihal bagian-bagian pembahasan dalam tulisan kita. Semisal, paragraf 3 sampai 5 mau membahas apa. Paragraf 6 sampai 10 mau membahas apa dan seterusnya. Sub tema ini tidak mengikat. Tapi, penulis pemula sangat disarankan untuk menerapkannya. Selain jadi petunjuk bagi pembaca, juga bisa memudahkan untuk latihan menulis dengan terstruktur.
Perkuat dengan sumber dan fakta. Menulis tanpa sumber itu bagaikan menyajikan makanan tanpa bumbu-meski hanya garam atau penyedap rasa biasa- yang rasanya akan hambar. Dalam menulis esai populer, misal menambahkan sumber dari buku tidak harus lengkap dengan halaman, nama penerbit, apalagi tahun terbit. Tidak perlu. Tapi misal menambahkan fakta yang bersumber dari media massa, kita bisa mencatutkan nama media dan tanggal terbitnya. Bisa juga pakai hyperlink.
Penutup. Membuat penutup dalam esai populer tidak seperti membuat penutup dalam makalah. Tidak perlu bertele-tele ‘kesimpulan dari pembahasan di atas,……bla, bla, bla’. Cukup berikan penegasan; baik itu berbentuk pernyataan maupun pertanyaan. Silakan nanti lihat contohnya di sini.
Saya sarankan, manteman baca juga esai-esainya Syaikh Khoiri, Alumnus Activita di sini. Menurut saya, urusan pitching gagasan dalam bentuk esai yang menggelitik-tajam-bernas dan pedas, Activita perlu banyak belajar ke blio.
Saya tidak suka perilaku boros. Pun dengan tulisan ini yang harus hemat kata-kata dan secara tegas saya katakan, bahwa menulis esai itu harus punya niat, mencari ide, membuat kerangka yang jelas, harus bisa adaptif.
Meskipun sudah membaca materi bahkan mengikuti diskusi kepenulisan beribu-ribua kali, jangan terlalu bermimpi apalagi sombong dengan bergumam “akan bisa menulis esai–jadi penulis pada waktunya” padahal tidak pernah latihan.
Wahai….., para Jemaat Activita, segera bangun dari tidur panjangmu mungkin cara tidurmu terlalu miring. Bahaha.
Lagian, puasaan, kok tidur terus? Kan, tidurnya orang puasa itu ibadah, kak? Lumayan dapat pahala modal ngorok. Ya, gak gitu juga konsep jalanin puasanya. Minimal, ya, tidurnya dari sehabis subuh sampai habis tarawih sekalian. Haha.
Masa malaikat pencatat amal baik cuma ngelist pahala puasamu hanya bab “ngorok”? Mana paten! Coba nambah dikit ke dzikir kek, baca qur’an kek, atau aktivitas produktif lainnya. Kapan lagi mau bikin malaikat sibuk nyatat amal baik kita, kalau tidak di bulan puasa ini.
Oh iya, Jemaat Activita sadar tidak, kalau sebenarnya materi ini adalah contoh Takjil Paling Enak esai sederhana yang bisa dibuat? Tidak? Ah, lemah! (Gafur Abdullah/Activita)