Berbicara santri, tentu erat kaitannya dengan pesantren. Dimana santri adalah orang yang sedang menimba ilmu di suatu tempat yang memenuhi kriteria tertentu sehingga diberi nama pesantren.
Secara definitif, pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam yang di dalamnya terdapat kegiatan pembelajaran yang dibimbing langsung oleh Kiai kepada santri-santrinya. Jika kita lihat dari perspektif agama, pesantren memiliki nilai lebih dari pada sekolah formal, yaitu penekanan nilai-nilai keagamaan serta adanya konsep transfer barakah yang ini tidak dapat kita rasionalkan dengan akal. Akan tetapi dapat dirasakan apabila santri benar-benar mematuhi terhadap segala aturan yang ada di dalamnya.
Dalam makna yang lebih luas, pengertian santri adalah masyarakat yang memeluk agama Islam dan menjalankan ajarannya secara benar dan istiqamah. Artinya, santri tidak hanya mereka yang tinggal di pesantren. Sejalan dengan ini, dikatakan oleh Gus Mus bahwa “Santri itu tidak hanya mereka yang pernah belajar di pesantren, orang yang berakhlak seperti santri juga disebut santri”.
Pada awalnya, pesantren memang lembaga pendidikan yang lebih dikhususkan kepada penyiaran agama/ keubudiahan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, pesantren mengalami perkembangan baik dari segi metode pembelajaran, serta kajian-kajiannya yang mulai mengikuti modernisasi sehingga mampu menjawab tantangan zaman. Dan dari proses pembaharuan inilah dapat banyak kita temukan santri yang tidak hanya mahir pidato, berbahasa arab, dll, tetapi juga banyak dari mereka yang pandai berbahasa inggris, piawai bersastra, bermain musik, dan semacamnya.
Dari statemen di atas, secara sempit dapat kita tarik kesimpulan bahwa Santri dan Pesantren adalah urusan agama. Lalu apa kaitannya dengan Negara sehingga harus ditetapkan Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober. Sedangkan jika kita lihat sekilas, tidak ada relasi sama sekali antara santri dengan NKRI.
Berbicara tentang santri dan NKRI, tentu diperlukan adanya kajian secara komprehensif, agar tidak terjadi kesesatan fikiran yang kemudian dapat memberikan kesimpulan secara gamblang. Karena merupakan sesuatu yang tidak wajar jika memang santri tidak mempunyai relasi sedikitpun dengan Negara, lalu dengan tanpa alasan pemerintah meresmikan adanya Hari Santri.
Menilik dari fakta sejarah, santri sebenarnya memiliki peran yang sangat signifikan terhadap kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yaitu dapat kita lihat pada saat Negara sekutu berniat untuk menguasai kembali tanah air Indonesia pasca proklamasi kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945. Mereka melakukan ultimatum agar rakyat Indonesia terlebih masyarakat Surabaya menyerah tanpa syarat. Akan tetapi, ultimatum tersebut tidak digubris oleh pemuda, bahkan dijawab dengan tantangan lebih baik mati. Inilah yang kemudian menurut para ahli dianggap sebagai kisah heroik para santri dibawah pimpinan kiai dan ulama’. Pada saat itu, demi menjaga kemerdekaan Indonesia, maka difatwakanlah resolusi jihad oleh KH. Hasyim Asy’ari, yang akhirnya menjadi obor semangat juang para santri. Mereka telah menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas segalanya. Bahkan mereka mampu mensinergikan ukhwah islamiyah dengan ukhwah wathaniyah.
Resolusi jihad dicetuskan pada tanggal 22 Oktober. Dan ini menjadi latar belakang atau kronologi ditetapkannya Hari Santri Nasional pada tanggal 22 Oktober. Dan hari santri juga dijadikan sebagai bentuk penghargaan pemerintah terhadap para santri, serta agar generasi dini dapat mengenang terhadap perjuangan para santri terhadap kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya dari itu, kemerdekaan Indonesia menjadi tanggung jawab kita untuk mempertahankannya. Serta menanamkan nila-nilai yang telah ditanam oleh para pejuang kita agar mampu membentuk Negara yang baldatun thayyibun wa rabbun ghafur.
*Mahasiswi Program Studi (Prodi) Manajemen Pendidikan Islam (MPI) sekaligus Santri Pondok Mahasiswi al-Husna