Menu

Mode Gelap
HMPS Ekonomi Syari’ah Adakan Entrepreneurship Workshop Semarak Bulan Bahasa, HMPS TBIN Adakan Pemilihan Duta Bahasa Indonesia IAIN Madura Gelar Pisah Sambut Kabiro AUAK IAIN Madura Tidak Masuk 3 Besar Kampus Terbaik di Madura Versi Kemendikbudristek RI Dianggap Tidak Mendidik, Konten IMTV Mendapat Kritikan

Artikel · 1 Feb 2022 13:27 WIB ·

Eksistensi Santri dalam Kacamata Masyarakat


 Eksistensi Santri dalam Kacamata Masyarakat Perbesar

Sudah amat mafhum kita ketahui bahwa santri adalah seseorang yang sedang menuntut ilmu agama di sebuah pondok pesantren. Dengan penilaian bahwa pesantren sebagai wadahnya yang tradisional namun tetap tidak kolot. Sehingga banyak para pemikir meletakan label-label minor seperti Radikalisme, Konservatif, Fundamentalisme sebagai salah satu ciri dari pesantren. Namun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “santri” setidaknya mengandung dua makna. Arti pertama adalah sebagai orang yang mendalami agama Islam, dan pemaknaan kedua adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh.

Sedangkan kata“Santri” juga merupakan bahasa Sanskerta, yaitu sastri yang artinya“Melek huruf” atau“Bisa membaca”. Versi ini terhubung dengan pendapat C.C Berg yang menyebut istilah “Santri” berasal dari kata shastri yang dalam bahasa India berarti“Orang yang mempelajari kitab-kitab suci agama Hindu”.

 
Sedikit mengupas makna santri yang notabenenya merupakan seseorang yang tidak hanya sekedar bisa mengaji saja. Akan tetapi, jauh dari pemahaman tersebut makna santri memiliki arti yang lebih multifungsi. Yakni ketika seorang santri telah benar-benar terjun dalam ranah masyarakat, santri dipercaya mampu menciptakan sebuah aksi ditengah-tengah masyarakat. Dalam artian mampu menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat secara luas.
Ketika sudah mendapat tempat khusus di dalam benak masyarakat. Seyogianya seseorang yang berkedok santri tugas utamanya barulah dimulai. Dimana ia tidak hanya sekedar menyandang nama saja akan tetapi juga harus memperlihatkan bagaimana kespritualan, keintelektualan, juga ketaqwaannya yang telah ia dapatkan selama mengenyam pendidikan di pesantren. Jangan hanya mejadikan sebuah title sebagai alat untuk mendongkrak ketenaran. Maka jika hal ini sampai terjadi sepertinya pepatah yang mengatakan “Tong kosong nyaring bunyinya”memang benar-benar ada contoh konkritnya.
Karena sejatinya masyarakat akan percaya bahwa seseorang yang benar-benar santri ialah mampu menunjukkan esensinya dengan sesuatu yang memang nyata. Contoh kecilnya seperti seorang santri dikenal sebagai seseorang yang berakhlaqul karimah. Dengan kata lain, seorang santri benar-benar disorot mengenai moralnya. Bagaimana seharusnya ia bersikap ditengah arus zaman yang semakin hari semakin berubah-ubah saja.
 
Moral santri disini tidak hanya memiliki makna berbaik diri dihadapan masyarakat saja. Akan tetapi, ketika seorang santri dihadapkan pada suatu keadaan seperti menghadapi arus zaman yang bebas. Maka santri diharapkan mampu menghadapi sekaligus membentengi diri dari hal-hal yang sekiranya dapat merugikan khalayak dengan ilmu moral yang telah ia kantongi dari para Kiai.
K.H. Ma’ruf Amin saat menjabat sebagai Rais’Aam PBNU menegaskan, sebutan santri bukan hanya diperuntukkan bagi orang yang berada di pondok pesantren dan bisa mengaji kitab saja. Namun, santri ialah orang-orang yang meneladani para Kiai. Interpretasi makna santri yang hampir serupa juga dipaparkan ketua umum PBNU, K.H. Said Aqil Siroj. Menurut beliau santri adalah umat yang menerima ajaran-ajaran Islam dari para Kiai. Kiai itu belajar agama islam dari guru-gurunya yang terhubung sampai ke Nabi Muhammad. Said Aqil Siroj juga menambahkan santri menerima Islam dan menyebarkannya dengan pendekatan budaya yang berakhlaqul karimah, bergaul yang baik dengan sesama. Santri juga menghormati budaya, bahkan menjadikannya sebagai infrastruktur agama. 
Maka sedikit makna santri yang dikupas oleh K.H. Ma’ruf Amin dan KH Said Aqil Siroj menunjukkan jika keberadaan santri memang harus disertai moral yang kuat. Bagaimana dengan moral tersebut ia mampu membawa kehidupan yang lebih damai kehadapan masyarakat. Maka menurut saya, menjadi santri atau nyantri tidaklah segampang pengertiannya. Melainkan ada tugas khusus yang sebenarnya tersimpan dibalik nama tersebut. Tinggal bagaimana kita menjalankan tugas tersebut dengan baik dan benar.
Penulis: Sifwatul Fasihah
Artikel ini telah dibaca 137 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Ketika Gus Miftah Tersandung Kata-Kata Kasar: Apa yang Bisa Kita Pelajari?

4 Desember 2024 - 04:52 WIB

Dilema Pilihan Jodoh: Antara Harapan Orang Tua dan Kebebasan Anak

1 Oktober 2024 - 16:43 WIB

Pentingnya Friendly dalam Kehidupan Sehari-hari

29 September 2024 - 16:40 WIB

Peran Self Love dalam Mengatasi Insecure Perempuan

28 September 2024 - 13:37 WIB

Menghilangkan Rasa Tidak Percaya Diri dengan Mencintai Diri Sendiri

KAPASITAS PENDIDIKAN BAGI PEREMPUAN MADURA

27 September 2024 - 08:44 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura

Kesetaraan Gender dan Budaya Patriaki yang Tak Kunjung Lekang

24 September 2024 - 15:04 WIB

Kesetaraan Gender Perempuan Madura
Trending di Artikel