Demo Perpustakaan Hambat Aktifitas Civitas Akademika
Perbesar
|
Aksi demo disertai dengan pembakaran ban |
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Advokasi Mahasiswa (DAM) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, mengadakan demo atas kebijakan perpustakan yang tidak pro terhadap mahasiswa, rabu (20/02/13) kemarin.
Demo yang dimulai jam 08.26 pagi tersebut menuntut pihak perpustakaan atas beberapa hal. Pertama, demonstran mengkritik jam kantor perpustakaan yang tidak sesuai dengan jam perkuliahan mahasiswa yang sampai sore. Yang kedua, keberadaan buku di perpustakaan yang tidak mencukupi kebutuhan mahasiswa. “Hal ini terbukti ketika mahasiswa ada tugas makalah masih selimpangan mencari buku, dan ini menjadi pertanyaan besar,” ujar salah satu demontran.
Yang ketiga adalah transparansi sanksi yang diberlakukan oleh pihak perpustakaan. Ini terkait dengan bebas pustaka yang merupakan kebijakan baru dari pihak STAIN. Terakhir, terkait dengan tidak adanya pemberian kwitansi dari pihak perpus kepada mahasiswa yang terkena sanksi. “Ini sangat lucu, para elite perpus yg notabene bergelar doktor dan sarjana, secara kapabilitas keilmuan mereka mampu, namun ternyata terkait dengan hal ini tidak ada kwitansi,” ucap salah satu demonstran.
Tuntuan itu ditanggapi langsung oleh Ahmad Zaini selaku pimpinan perpustakaan STAIN Pamekasan. “Kami berterimakasih atas saran yg diberikan kepada kami selaku pihak perpustakaan agar bisa menjadi lebih baik kedepannya,” ujarnya kepada para demonstran.
Menurut Ahmad Zaini, jam kerja perpustakaan sudah sesuai dengan pedoman perpustakaan, yakni dimulai pada jam 7.30. Namun menanggapi saran dari demonstran tentang pelayanan sore, hal tersebut masih harus dirembukkan dulu dengan pihak STAIN. Setiap tahun perpustakaan juga selalu menambah koleksi buku dan tentunya disesuaikan dengan dana yang dialokasikan oleh STAIN sendiri, tambahnya.
Ahmad Zaini juga mengatakan bahwa sanksi yang mereka (perpustakaan) berikan bisa dipertanggungjawabkan karena sudah dilaporkan secara periodik ke negara. “Ke depannya, pelayanan perpus itu paperless, artinya kwitansi tidak diberikan kepada mahasiswa, karena sudah tercatat dalam komputer,” ungkap Ahmad Zaini.
Demo yang juga diwarnai dengan aksi pembakaran ban tersebut mengundang kontrofersi di kalangan mahasiswa. “Demo ini sangat mengganggu aktivitas kuliah dan kegiatan seluruh civitas akademika,” ujar Unsilah (PAI/VI). Unsilah menambahkan, masih ada jalan lain yang dapat ditempuh selain demo, diantaranya audiensi dan melalui tulisan.
Berbeda dengan Unsilah, Mursadin (PAI/VI) mengatakan bahwa ia setuju dengan adanya demo tersebut, karena sistem kerja perpustakan menurutnya memang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Contoh konkritnya adalah ketidak sesuaian jadwal tutupnya perpustakaan (tutup pada jam 13.00) dengan jam perkuliahan mahasiswa yang terkadang sampai sore hari.
Hafidz Effendi, selaku karyawan perpustakaan, mengaku senang dengan adanya demo tersebut, karena hal itu adalah tanda kepedulian mahasiswa terhadap perpustakaan STAIN. Harapannya, mahasiswa bisa lebih antusias lagi pada perpustakaan. “Untuk itu saya harapkan untuk lebih aktif di perpus, karena perpus STAIN milik kita bersama,” serunya kepada para demonstran.
Aksi demo sempat memanas karena SSPN (Surat Setoran Pendapatan Negara) yang seharusnya setiap bulan disetor 2 kali ke bank negara, ternyata yang bisa ditunjukkan oleh ketua perpustakaan hanya 1 SSBP pada bulan January dan 1 SSBP bulan Februari. Ahmad Zaini beralasan bahwa penyetoran kedua di bulan Januari disetor di bulan februari.
“Bulan januari itu kami setorkan tanggal 23 januari untuk pendapatan 14 januari 2013. Kemudian yang bulan januari berikutnya disetor pada tanggal 18 februari, karena pada saat itu bendahara perpustakaan, Ahmad Awaluddin, sedang bertugas SPB (registrasi), sehingga penyetorannya ditunda pada tgl 18 februari,” ujar Ahmad Zaini melanjutkan penjelasannya.
Para Demonstran meminta bukti konkrit terkait dengan SSPN yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena menurut mereka ada kontradiksi antara apa yang ketua perpus katakan dengan bukti konkrit yang ada saat itu. Jika hal tersebut tidak terselesaikan dan tidak ada kepastian, mereka tidak akan menyudahi masalah ini. Bahkan mereka mengancam akan membawa masalah tersebut ke jalur hukum.
Artikel ini telah dibaca 10 kali
Demo Perpustakaan Hambat Aktifitas Civitas Akademika
Perbesar
|
Aksi demo disertai dengan pembakaran ban |
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Dewan Advokasi Mahasiswa (DAM) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan, mengadakan demo atas kebijakan perpustakan yang tidak pro terhadap mahasiswa, rabu (20/02/13) kemarin.
Demo yang dimulai jam 08.26 pagi tersebut menuntut pihak perpustakaan atas beberapa hal. Pertama, demonstran mengkritik jam kantor perpustakaan yang tidak sesuai dengan jam perkuliahan mahasiswa yang sampai sore. Yang kedua, keberadaan buku di perpustakaan yang tidak mencukupi kebutuhan mahasiswa. “Hal ini terbukti ketika mahasiswa ada tugas makalah masih selimpangan mencari buku, dan ini menjadi pertanyaan besar,” ujar salah satu demontran.
Yang ketiga adalah transparansi sanksi yang diberlakukan oleh pihak perpustakaan. Ini terkait dengan bebas pustaka yang merupakan kebijakan baru dari pihak STAIN. Terakhir, terkait dengan tidak adanya pemberian kwitansi dari pihak perpus kepada mahasiswa yang terkena sanksi. “Ini sangat lucu, para elite perpus yg notabene bergelar doktor dan sarjana, secara kapabilitas keilmuan mereka mampu, namun ternyata terkait dengan hal ini tidak ada kwitansi,” ucap salah satu demonstran.
Tuntuan itu ditanggapi langsung oleh Ahmad Zaini selaku pimpinan perpustakaan STAIN Pamekasan. “Kami berterimakasih atas saran yg diberikan kepada kami selaku pihak perpustakaan agar bisa menjadi lebih baik kedepannya,” ujarnya kepada para demonstran.
Menurut Ahmad Zaini, jam kerja perpustakaan sudah sesuai dengan pedoman perpustakaan, yakni dimulai pada jam 7.30. Namun menanggapi saran dari demonstran tentang pelayanan sore, hal tersebut masih harus dirembukkan dulu dengan pihak STAIN. Setiap tahun perpustakaan juga selalu menambah koleksi buku dan tentunya disesuaikan dengan dana yang dialokasikan oleh STAIN sendiri, tambahnya.
Ahmad Zaini juga mengatakan bahwa sanksi yang mereka (perpustakaan) berikan bisa dipertanggungjawabkan karena sudah dilaporkan secara periodik ke negara. “Ke depannya, pelayanan perpus itu paperless, artinya kwitansi tidak diberikan kepada mahasiswa, karena sudah tercatat dalam komputer,” ungkap Ahmad Zaini.
Demo yang juga diwarnai dengan aksi pembakaran ban tersebut mengundang kontrofersi di kalangan mahasiswa. “Demo ini sangat mengganggu aktivitas kuliah dan kegiatan seluruh civitas akademika,” ujar Unsilah (PAI/VI). Unsilah menambahkan, masih ada jalan lain yang dapat ditempuh selain demo, diantaranya audiensi dan melalui tulisan.
Berbeda dengan Unsilah, Mursadin (PAI/VI) mengatakan bahwa ia setuju dengan adanya demo tersebut, karena sistem kerja perpustakan menurutnya memang tidak sesuai dengan prosedur yang ada. Contoh konkritnya adalah ketidak sesuaian jadwal tutupnya perpustakaan (tutup pada jam 13.00) dengan jam perkuliahan mahasiswa yang terkadang sampai sore hari.
Hafidz Effendi, selaku karyawan perpustakaan, mengaku senang dengan adanya demo tersebut, karena hal itu adalah tanda kepedulian mahasiswa terhadap perpustakaan STAIN. Harapannya, mahasiswa bisa lebih antusias lagi pada perpustakaan. “Untuk itu saya harapkan untuk lebih aktif di perpus, karena perpus STAIN milik kita bersama,” serunya kepada para demonstran.
Aksi demo sempat memanas karena SSPN (Surat Setoran Pendapatan Negara) yang seharusnya setiap bulan disetor 2 kali ke bank negara, ternyata yang bisa ditunjukkan oleh ketua perpustakaan hanya 1 SSBP pada bulan January dan 1 SSBP bulan Februari. Ahmad Zaini beralasan bahwa penyetoran kedua di bulan Januari disetor di bulan februari.
“Bulan januari itu kami setorkan tanggal 23 januari untuk pendapatan 14 januari 2013. Kemudian yang bulan januari berikutnya disetor pada tanggal 18 februari, karena pada saat itu bendahara perpustakaan, Ahmad Awaluddin, sedang bertugas SPB (registrasi), sehingga penyetorannya ditunda pada tgl 18 februari,” ujar Ahmad Zaini melanjutkan penjelasannya.
Para Demonstran meminta bukti konkrit terkait dengan SSPN yang tidak sesuai dengan yang seharusnya. Karena menurut mereka ada kontradiksi antara apa yang ketua perpus katakan dengan bukti konkrit yang ada saat itu. Jika hal tersebut tidak terselesaikan dan tidak ada kepastian, mereka tidak akan menyudahi masalah ini. Bahkan mereka mengancam akan membawa masalah tersebut ke jalur hukum.
Artikel ini telah dibaca 0 kali
Baca Lainnya
Trending di Liputan Khusus