Benda macem bolpen itu nancep di ujung jari tengah milik wanita yang kini tengah duduk di depan petugas donor darah, darah merah sengar nampak muncul satu titik setelah bolpen pembuat luka berdarah itu ditancapkan, nampak sebuah benda pipih digunakan untuk nganbil tuh darah dari tempatnya timbul. tangan petugas menjerembakkan entu darah pada cairan yang ada di dalam wadah entah apa itu namanya, tatapan Tia fokus pada wadah berisi cairan yang becampur dengan satu tetes darah miliknya yang di cemplungkan ke sana, tangan petugas yang hendak menuliskan sesuatu pada formulir yang sebelumya sudah Tia isi dengan nama lengkap, alamat nomor hp, eh nomer kartu maksudnya bukan cuma itu, tinggi dan berat badanpun harus di sertakan dalam situ.
‘Duh berapa berat badanku yak, kayaknya gue gemukan deh’ Tia inget betul angka timbangan badannya yang sudah ia lakukan sekitar 5 bulan terahir namun melihat pipinya yang hampir mirip tahu bulat Tia sadar diri dong berat badannya nambah jadi dengan inisitif sendiri tanpa menimbang ulang karena di situ gak ada timbangan jadi eh ia menamban sendiri berat badanya 5 kg dari sebelunya di 5 bulan terahir hehehehe.
“Golongan darahnya apa?” lelaki yang tak kuketahui namanya karena tidak ada nametex di seragamnya itu mulai bertanya pada Tia yang tengah menghapus sisa-sisa darah di ujung jari tengahnya bukan dengan tisu melainkan dengan tangan telanjangnya.
“Gak tau lupa pak” Tia hanya nyengir tak berdosa sambil memamerkan jajaran giginya pada petugas yang nampak rauh wajahnya berubah dari yang sebelumnya.
“Kenapa gak bilang dari tadi” tangannya mengambil sebuah alat yang Tia gak tau itu apa namanya, namun Tia tau apa mksudnya.
“Eh jangan di gituin!” saut si petugas melihat tangan kanan Tia tengah memencet jari tengahnya agar keluar setetes darah lagi meskipun itu sedikit sakit di karena di tekan.
Lagi-langi Tia hanya bisa nyenggir kuda.
“B” ucap singkat sang petugas sambil menuliskan huruf B pada kertas berwarna ijo yang berada di tangannya.
‘Mau bilang B, eh takut salah eh malah betul B, dasar aku’ Tia membatin karena ini bukan donor darah pertamanya ya otomatis sudah taulah golongan darahnya itu apa, tapi karena sifat manusiawinya ia memastikannya kembali dari pada ada kejadian yang fatal.
“Ayo dek” wanita cantik itu tersenyum ramah, ahirnya setelah beberapa menit menunggu kini nyampek ke gilirannya untuk di sedot lemaknya, salah maksudnya darahnya.
“Apa yang mempengaruhi cepat tidanya dok” Tia memang banyak bicara dari semenjak jarum yang menyambungkan semacam selang yang berujung ke kantong darah itu di lengannya, rasa keingintahuannya muncul tak kala satu kantong darah miliknya hampir terisi penuh sementara yang di sebelahnya belum padahal sudah lebih dulu namun belum penuh.
“Tergantung dari pembuluh venanya dek” jawab singkat wanita cantik petugas donor darah yang dianggap dokter oleh tia.
“Pembuluh vena itu apa dok?” ternyata jawaban singkat dari wanita cantik di sebelahnya tak membuatnya buas dan justru menjurus ke pertanyaan selanjutnya ya begilah tia.
********
“Nih di minum” Tiwi menyodorkan sebotol kaleng putih bergambar beruang pada Tia yang masih terduduk lemas seakan tak mampu untuk berlari, hehehe berlari berjalan saya Tia kudu di papah dari tempatnya yang semula di kursi yang disediakan untuk para pendonor darah.
“Aku gak suka” Tia memang gak suka pada minuman yang terbilang untuk menambah darah itu, mengingat ini harus menjadi kedua kalinya ia harus meminumnya yang sebelumnya di donor darah pertama hanya satu seruputan sebelum menyemburkan kembali dan di buang sama kaleng-kalengnya karena rasanya yang aneh.
“Kok bisa kayak gitu bak, kayaknya tadi kamu baik-baik aja kok” dengan senyuman khas, Tika mulai berbicara setelah sebelumnya hampir saja dia senasib dengan Tia, padahal formulir sudah diisi sampek ke pengecekan golongan darah juga namun Tika memutuskan gak donor darah karena takut, tusukan jarum di lengan nampak menyeramkan dengan aliran darah pada sebuah kantong.
“Mungking karena kondisi fisikku yang kurang fit, dan kecapean juga” ye betul ingus yang tak keluar tetap bertengger dalam hidungnya dan naik tangga turun tangga adalah kelakuan Tia sebelum donor darah ya pastilah gadis itu kecapean apa lagi bolak balik mengitari aula kayak setrikaan hampir seharian di kampus.
“Langsung seruput jangan dikasih jeda langsung habiskan, rasa gak enaknya gak akan terasa” lagi-lagi Tiwi memberikan trik agar isi di kaleng warna putih gambar beruang itu tia minum dan bisa segera pulih, mana mungkin bisa pulang jika kondisi tia seperti tadi yang tiba-tiba matanya terpejam seolah tak sadarkan diri sehabis mendonorkan darah.
Terkadang rasa yang tak kita suka adalah apa yang terbaik buat kita. Wkwkwkwk.
Tentang penulis: Pengurus LPM ACTITA, yang bernama lengkap sahiratul jannah beralamatkan desa Batu Karang Kec Camplong Kab sampang,sukanya ngayal. hehehehe