D. Zawawi Imron: Kupas Kemiskinan dengan Tulisan
Perbesar
|
Fokus: peserta mengikuti acara Harlah Lpm Activita ke 20 |
IAIN Madura- lahir dengan kesederhanaan, tidak harus selalu tenggelam dalam kemalaratan. tapi bila ada niatan untuk bangkit, maka tidak ada hal yang mustahil. Terbukti, kisah tersebut yang dilakukan oleh d. Zawawi imron. Tokoh kharismatik yang berasal dari batang-batang sumenep tersebut, mampu memberikan kebangkitan dalam hidupnya. “Saya memang lahir dari keluarga yang sederhana, tak terbayangkan, dulu hanya berkeinan mau membeli sepeda mio tapi tidak mampu namun sekarang alhamdulillah kelar” ucap penyair asal Madura tersebut pada acara Talk show dalam perayaan Harlah (Hari Lahir) Lembaga pers Mahasiswa (LPM) Activita yang bertemakan “Terampil dalam menulis bertempat di Auditorium. Kamis (27/10).
Pria yang mendapat julukan celurit emas ini, memberikan gambaran awal perjalanannya dalam menulis. Ia bercerita, Pada masa kecilnya, beliau hidup dari keluarga yang begitu sederhana tak terbayangkan pendidikan formalnya terhenti di jenjang sekolah dasar, “Aku ini tamatan sekolah rakyat yang setara dengan SD jadi tidak pintar, ucapnya didepan 500 mahasiswa.
Walau hanya tamatan sd beliau tidak merasa putus asa, karena disatu sisi beliau suka membaca buku-buku klasik. “Namun dulu aku sangat suka membaca buku sebagai modal hidupku,” tambah pria berkecamata dengan sura keras.
Setelah mulai menjadi kutu buku, ia mulai menyilami dunia tulis menulis berupa cerpen, artikel, dan puisi. Namun ketika karya puisinya lebih dilirik oleh media, ia mulai menfokuskan diri kepuisi,” “sebenarnya aku dulu suka menulis cerpen dan artikel, tapi itu hanya sebentar dan lebih menfokuskan kepuisi karena karya puisiku yang bertajuk” IBU dianggap menarik, “ucap pria yang di sapa pak de tersebut.
Meski keriput dipipinya, ia tetap menampakkan jiwa muda dengan semangat berapii-api, ia terus memberikan motivasi kepada ratusan sepasang bola mata yang ada di hadapannya. Ia menambahkan bahwa semua karyanya adalah hasil dari renungan diri. Karena baginya karya yang direnungkan lebih diterima oleh semua kalangan,” hampir semua karya puisi saya lebih lahir dari perenungan, yang dalam bahasa arabnya tafakkur, “ucapnya.
Senyum manis mulai terbuka lebar dari peserta ketika beliau mulai mendengarkan pengalaman beliau saat kondangan.” Setelah itu, aku mulai kondangan, salah satunya menghadiri kondangan ke jakarta, dan disana aku dicium oleh wanita yang berstatus mentri. Tapi itu dulu saat aku masih jadi bhindere (red:madura) bukan kiyai,” tambahnya dengan senyum manis.
Ruangan yang ber AC tersebut, masih terlihat khidmat walau terik matahari terus memancarkan sinarnya namun pandangan mata tetap tertuju pada pria tua yang berkopyah hitam.
Pria itu terus menuturkan bahwa sampai pada akhirinya ia menerima piagam penghargaan dari pemerintah karena ia mampu menjadi sastrawan madura dengan ketajaman penanya. “sampai pada akhirnya aku menulis tentang clurit emas yang mendepresikan bahwa orang madura tidak selamanya berkriminal namun akan berprestasi sehingga saya menerima penghargaan,” ucapnya sambil mendapatkan gertakan tepuk tangan dari peserta.
Sebelum pembawa acara mengahiri, sastrawan muda tersebut memberikan pesan kepada peserta agar tetap menampilkan diri dengan menulis. “saya mohon, teruslah menulis perihal terkenal belakangan yang penting menulis, beranikan untuk bangkit,” tambahnya. (Rof)
Artikel ini telah dibaca 1 kali
D. Zawawi Imron: Kupas Kemiskinan dengan Tulisan
Perbesar
|
Fokus: peserta mengikuti acara Harlah Lpm Activita ke 20 |
IAIN Madura- lahir dengan kesederhanaan, tidak harus selalu tenggelam dalam kemalaratan. tapi bila ada niatan untuk bangkit, maka tidak ada hal yang mustahil. Terbukti, kisah tersebut yang dilakukan oleh d. Zawawi imron. Tokoh kharismatik yang berasal dari batang-batang sumenep tersebut, mampu memberikan kebangkitan dalam hidupnya. “Saya memang lahir dari keluarga yang sederhana, tak terbayangkan, dulu hanya berkeinan mau membeli sepeda mio tapi tidak mampu namun sekarang alhamdulillah kelar” ucap penyair asal Madura tersebut pada acara Talk show dalam perayaan Harlah (Hari Lahir) Lembaga pers Mahasiswa (LPM) Activita yang bertemakan “Terampil dalam menulis bertempat di Auditorium. Kamis (27/10).
Pria yang mendapat julukan celurit emas ini, memberikan gambaran awal perjalanannya dalam menulis. Ia bercerita, Pada masa kecilnya, beliau hidup dari keluarga yang begitu sederhana tak terbayangkan pendidikan formalnya terhenti di jenjang sekolah dasar, “Aku ini tamatan sekolah rakyat yang setara dengan SD jadi tidak pintar, ucapnya didepan 500 mahasiswa.
Walau hanya tamatan sd beliau tidak merasa putus asa, karena disatu sisi beliau suka membaca buku-buku klasik. “Namun dulu aku sangat suka membaca buku sebagai modal hidupku,” tambah pria berkecamata dengan sura keras.
Setelah mulai menjadi kutu buku, ia mulai menyilami dunia tulis menulis berupa cerpen, artikel, dan puisi. Namun ketika karya puisinya lebih dilirik oleh media, ia mulai menfokuskan diri kepuisi,” “sebenarnya aku dulu suka menulis cerpen dan artikel, tapi itu hanya sebentar dan lebih menfokuskan kepuisi karena karya puisiku yang bertajuk” IBU dianggap menarik, “ucap pria yang di sapa pak de tersebut.
Meski keriput dipipinya, ia tetap menampakkan jiwa muda dengan semangat berapii-api, ia terus memberikan motivasi kepada ratusan sepasang bola mata yang ada di hadapannya. Ia menambahkan bahwa semua karyanya adalah hasil dari renungan diri. Karena baginya karya yang direnungkan lebih diterima oleh semua kalangan,” hampir semua karya puisi saya lebih lahir dari perenungan, yang dalam bahasa arabnya tafakkur, “ucapnya.
Senyum manis mulai terbuka lebar dari peserta ketika beliau mulai mendengarkan pengalaman beliau saat kondangan.” Setelah itu, aku mulai kondangan, salah satunya menghadiri kondangan ke jakarta, dan disana aku dicium oleh wanita yang berstatus mentri. Tapi itu dulu saat aku masih jadi bhindere (red:madura) bukan kiyai,” tambahnya dengan senyum manis.
Ruangan yang ber AC tersebut, masih terlihat khidmat walau terik matahari terus memancarkan sinarnya namun pandangan mata tetap tertuju pada pria tua yang berkopyah hitam.
Pria itu terus menuturkan bahwa sampai pada akhirinya ia menerima piagam penghargaan dari pemerintah karena ia mampu menjadi sastrawan madura dengan ketajaman penanya. “sampai pada akhirnya aku menulis tentang clurit emas yang mendepresikan bahwa orang madura tidak selamanya berkriminal namun akan berprestasi sehingga saya menerima penghargaan,” ucapnya sambil mendapatkan gertakan tepuk tangan dari peserta.
Sebelum pembawa acara mengahiri, sastrawan muda tersebut memberikan pesan kepada peserta agar tetap menampilkan diri dengan menulis. “saya mohon, teruslah menulis perihal terkenal belakangan yang penting menulis, beranikan untuk bangkit,” tambahnya. (Rof)
Artikel ini telah dibaca 0 kali
Baca Lainnya
Trending di Liputan Khusus