|
Pagi sekali, tampak pengurus Himpunan Mahasiswa Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir (Hima Prodi IQT) sibuk dengan kegiatan yang akan berlangsung di Gedung Multicenter, pada Selasa, 2/10/2018.
Agenda Dialog Interaktif sekaligus Kaderisasi dan Pelantikan Pengurus Hima Prodi IQT IAIN Madura yang mengusung tema ‘Membudayakan Alquran di Kalangan Akademisi; Solusi dan Rekonsiliasi)’ tersebut menghadirkan eks-Kaprodi IQT, Ahmad Fawaid Sjadzili. Turut hadir dalam acara tersebut Wa. Rek. 3 Muhammad Hasan, Perwakilan Ka. Prodi IQT Khairul Muttaqin, beberapa dosen, serta semua mahasiswa Prodi IQT dari semua angkatan.
“Ini tanggung jawab kita menjaga nilai keagamaan agar semakin besar. Ini tugas Prodi IQT untuk menjadi kiblat Prodi yang lain,” tegas Ketua Hima Prodi IQT Saodi Arabia, ketika memberi sambutan.
Pria semester 5 tersebut juga mengatakan, predikat religius sebagai misi IAIN Madura secara potensial ada dalam Prodi IQT, lalu dengannya kompeten dan kompetitif sebagai misi lain IAIN Madura juga akan tertanam dalam diri kita. “Mari tanamkan niat mencintai Alquran, semangat mempelajarinya, sehingga menjadi insan yang tafaqquh fi ‘d-din,” tambahnya.
Sementara, Perwakilan Ka. Prodi IQT Khairul Muttaqin menegaskan kepada hadirin perihal output Prodi IQT. Menurutnya, adalah kesalahan besar jika alumni Prodi IQT dianggap tidak jelas bahkan, minim peluang. Mindset tersebut yang mesti diubah oleh mahasiswa Prodi IQT keseluruhan.
“Kita menggeluti Alquran, hadis, langsung dari sumbernya. Tentu itu lebih dalam dari Prodi lain di jurusan Syariah, misalnya. Jangan dibayangkan mahasiswa Prodi IQT tidak bisa mengajar, jadi guru atau dosen,” terang pria yang akrab disapa Muttaqin.
Pada awal dialog, Fawaid berkisah tentang masa-masa ia kuliah di Ciputat. Diceritakannya, ia adalah ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Tafsir Hadis (TH) pertama yang terpilih secara demokratis, karena sebelumnya sistem pemilihan masih berupa perwakilan senat. Intrensitasnya sebagai presidium Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir Hadis se-Indonesia (FKMTHI) juga dijadikan pemantik agar Prodi IQT memiliki solidaritas dan orientasi yang jelas, seperti yang ditekankannya.
“Saya kira, melihat kekompakan peserta, ini menunjukkkan bahwa Hima Prodi IQT ini adalah organisasi yang kuat. Jika organisasi kuat, maka program-programnya juga akan kuat dan solid, salah satunya adalah seperti terselenggaranya dialog ini,” tutur pria yang menempuh sarjana dan magister di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta.
Berbicara tentang membudayakan Alquran, menurut Fawaid, interaksi terhadapnya dipetakan menjadi dua; umat Islam dan non-Muslim. Di kalangan umat Islam sendiri, interaksi dengan Alquran diklasifikasi menjadi 3, yakni uncritically lover, scholarly lover dan critically lover. Sedangkan interaksi non-Muslim dengan Alquran terklasifikasi antara the friend of lover, the voyeur serta the polemicist.
“Non-Muslim saja cinta pada Alquran, apalagi kita yang umat Islam. Hanya saja kadang cinta kita perlu di-upgrade. Sebagai akademisi harus ditingkatkan, bukan semata-mata menjadikan Alquran sebagai bacaan tetapi lebih jauh lagi untuk mengakses apa yang ada dalam Alquran. Syukur-syukur kalau kita mencoba mempertanyakan dalam rangka mengkaji Alquran,” ungkapnya.
Kendati demikian, setiap pengkaji Alquran harus meyakininya sebagai kitab yang relevan sepanjang waktu (shalih li kulli zaman wa makan). Bahwa Alquran tidak berubah, tidak bisa dikurangi maupun ditambah. Setiap upaya pemahaman adalah dalam maksud menambah kecintaan terhadapnya, bukan untuk mencederai Alquran itu sendiri. Utamanya tentang distingsi antara Alquran dengan tafsir, itulah yang menurut Ahmad Fawaid perlu ditegaskan.
“Tidak. Alquran tidak akan pernah cedera dengan adanya aktivitas dan upaya kita dalam menafsirkan Alquran. Karena Alquran itu Ilahiy, dan tafsir itu basyariy. Karena demikian, maka tafsir itu mungkin benar dan mungkin salah,” tambahnya.
Banyak sekali ranah kajian terhadap Alquran yang Fawaid paparkan. Studi terhadap teks Alquran itu sendiri seperti pembahasan Alquran tematik, pemahaman terhadap teks Alquran, atau respon masyarakat terhadap teks Alquran merupakan ladang bahasan bagi setiap akademisi. Luasnya bahasan seputar ke-Alquran-an tersebut tergantung pada kemauan pengkaji, minat intensif atau tidak terhadapnya. Tidak ada alasan bahwa kajian Alquran sudah pernah dilakukan akademisi lainnya. Pemaparan Fawaid disimak betul oleh para mahasiswa Prodi IQT, dan dialog interaktif berakhir setelah sesi tanya jawab.
“Artinya sampai kapan pun kalau kita mempunyai spirit sebagai seorang akademisi maka pasti ada ruang untuk membaca, mengkaji dan mengkrtitisi Alquran,” pungkasnya. (Khr)