Activita.co.id – Mahasiswa Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Madura kembali lakukan aksi demontrasi lanjutan mengenai kerancuan pelaksanaan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) 2022, Rabu (20/07/2022).
Demonstrasi ini merupakan aksi lanjutan yang dilakukan sebelumnya pada Senin (18/07/2022) dengan mengajukan 7 tuntutan, permintaan pemecatan Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang tidak bertanggung jawab, anggaran Kelompok Belajar (Pokjar) di alokasikan pada Koordinator Desa (Kordes), anggaran 300 ribu setiap peserta KPM, pertanggung jawaban pihak kampus terkait posko yang bermasalah (Sewa penginapan), buku pedoman secara cetak bukan file, transparansi anggaran sesuai Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), dan penurunan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) jika tuntutan tidak terpenuhi.
Menurut para demonstran, DPL tidak mendampingi dan tidak bertanggung jawab, akibatnya program kerja peserta KPM tidak terlaksana.
“Yang sering di update story peserta KPM 2022 itu bersih-bersih, tanam padi, dan petik cabe. Kita ini mahasiswa seharusnya bisa memberikan edukasi, evaluasi, dan inovasi, tetapi hal tersebut tidak ada pendampingan dari DPL” ujar Muhammad Iqbal, mahasiswa Program Studi (Prodi) Hukum Ekonomi Syariah (HES) semester 8.
Berlanjut, para demonstran juga mempertanyakan mengenai anggaran yang berjumlah 52 juta. Kemudian ditegaskan oleh Ketua LPPM bahwa anggaran 52 juta digunakan untuk kepentingan KPM Kolaboratif khusus dari IAIN Madura.
“Uang yang berjumlah 52 juta itu digunakan untuk kepentingan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau KPM kolaboratif khusus untuk yang dari IAIN Madura,” ujar Mashur Abadi, Ketua LPPM.
Ketua LPPM juga menambahkan bahwa Pokja adalah istilah baru dari Badan Pelaksana Kuliah Pengabdian Masyarakat (BPKPM).
“Pokja itu adalah istilah baru yang ketika dialihkan ke Fakultas, sebenernya di buku pedoman itu istilahnya Badan Pelaksana Kuliah Pengabdian Masyarakat (BPKPM), jadi hanya beda istilah saja,” jelasnya.
Hasil tuntutan mahasiswa diterima oleh rektorat dan akan ditanda tangani setelah mendapat persetujuan dari Kementrian Agama (Kemenag).