Activita.co.id- Jika tidak ingin benar-benar membaca, berhentilah disini saja. Tulisan ini hanya bagi orang yang mau mendengarkan dan bermuhasabah diri sejauh mana tubuh ini sudah mengabdikan diri, karena mahasiswa erat kaitannya dengan pengabdian dan perubahan. Tapi tidak jarang, mereka enggan menerima arahan karena merasa idealisme yang harus dipertahankan.
Saya mulai dari sumpah pemuda yang dalam sejarahnya gerakan ini diinisiasi oleh Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), di mana ada banyak hal yang bisa kita pelajari dari sejarah ini, dari bagaimana seluruh pemuda bersatu untuk merumuskan suatu tulisan yang menjadi abadi dan tetap eksis sampai hari ini. Bukan hanya itu, ikrar sumpah pemuda merupakan pernyataan kebangsaan dari berbagai latar suku, budaya dan agama, yang dipersatukan dalam keyakinan bahwa tumpah darah, bangsa dan bahasa persatuan itulah Indonesia. Saya teringat dengan pernyataan dari Mohammad Yamin tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan.
Sejarah adalah bagian penting yang harus di ketahui oleh mahasiswa masa kini agar tidak ada pembelokan sejarah yang akan merusak nilai-nilai leluhur kita yang telah berjuang puluhan tahun lamanya. Sedangkan bahasa merupakan suatu pedoman yang harus kita kuasai karena dengan bahasa kita bisa mempersatukan pandangan dan perbedaan pendapat, tak jarang kita berselisih paham hanya karena perbedaan bahasa yang tidak terlalu signifikan.
Hukum adat bersumber dari nilai dan norma yang ada di tengah masyarakat, dan kita telah terpilih sebagai pewaris yang akan menerapkan kepada anak cucu kita, kita telah berada di persimpangan antara mengikuti budaya modern dan meninggalkan hukum adat atau menjadikan budaya modern sebagai bagian dari hukum adat.
Pendidikan tidak selalu tentang belajar di dalam kelas, pendidikan bisa kita raih di mana pun kita berada hanya dengan modal rasa keingintahuan yang tinggi, semangat dan antusiasme dalam belajar, tak perlu merasa bahwa biaya pendidikan yang tinggi menghambat cita cita kita. Ingat, zaman modern menuntut kita untuk mengetahui banyak hal dan jika kita tidak bisa menyesuaikan maka siap-siap untuk ditenggelamkan. Dan kemauan bukan datang dari lingkungan, kerabat atau orang tua, kemauan hadir dari dalam diri dan bertindak dengan menggunakan nurani, memposisikan hati sebagai pijakan eksekusi.
Hadirnya kemauan tentu melalui sebab akibat, kita bisa memposisikan diri sebagai objek dan tidak apatis terhadap sosial dan lingkungan. Kemauan yang tinggi telah mengantarkan mahasiswa sebagai penggerak perubahan pada tahun 1998, di mana aksi ini merupakan monumental karena telah berhasil memaksa Soeharto untuk turun dari jabatan presiden selama 32 tahun lamanya.
Gerakan mahasiswa ini dipicu oleh adanya krisis moneter di Asia dan memberikan tuntutan untuk melaksanakan amendemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menghapus dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, melaksanakan otonomi daerah seluas-luasnya, menegakkan supremasi hukum, dan menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Itulah mengapa mahasiswa masa lalu menjadi ujung tombak perubahan, mereka acap kali hadir sebagai pendorong reformasi dan ikut berpartisipasi aktif dalam memberikan gagasan, argumentasi yang menguat fakta dan tanpa embel-embel politik apapun baik itu regional, nasional maupun internasional. Kita bisa banyak melihat tokoh penggerak berasal dari kalangan pelajar pemuda, lihatlah sendiri di google ataupun media sosial sangat banyak, jangan malas-malas, luangkan waktu untuk mengetahui arti perjuangan zaman penjajahan, orde lama dan orde baru.
Kaitkan dengan mahasiswa masa kini atau minimal kita sendiri sudah sampai mana persamaannya, jauh? Atau sama? Jika masih kurang jelas dan kurang paham baiklah mari kita merenung, setidaknya secara jelas sudah ditulis ada sekitar 18 nawa dosa Jokowi yang dirilis majalah tempo minggu lalu, bagaimana mungkin adanya dinasti politik dan oligarki, runtuhnya sistem pendidikan, TNI di ranah sipil hingga pelemahan institusi demokrasi tidak memicu adanya demo besar-besaran, tidak ada gerakan sebesar reformasi, kemana simpul simpul intelektual hari ini? Apa mungkin sudah terkontaminasi dengan embel-embel politik? Yang memang kita ketahui ada banyak organisasi yang awalnya satu kesatuan menjadi terpecah belah hingga tidak lagi mempersatukan kekuatan karena sudah beda tuan dan beda kepentingan. Atau memang sudah tidak perduli dengan substansi dan hanya mementingkan eksistensi, berfoto ria pada saat demonstrasi menjadi trendi masa kini.
Mari kita renungkan bersama dan pergunakanlah olah rasa dan olah cipta sebagaimana mestinya, kita telah ditakdirkan untuk menjadi pewaris, mewarisi nilai-nilai luhur mahasiswa, dan bergerak sebagai check and balance pemerintahan. Kita masih memiliki waktu dan kesempatan untuk berbenah, teruslah belajar dan berkembang tanpa henti, karena hari ini sangat miris kawan, kalian bisa croscek di pemerintahan ada banyak pejabat yang pendidikannya masih di tataran sekolah tinggi tapi bisa berdansa ria di panggung kebijakan nasional, tapi tak mengapa kita tidak diajarkan untuk berkecil hati, kita diajarkan untuk terus mengasah kemampuan diri, jadilah pakar di setiap bidang keilmuan yang kita geluti, fokus dan tekuni.
Mahasiswa ekonomi jadilah pakar ekonomi, fokus pada kebijakan anggaran yang hari ini entahlah kemana saja dialokasikan. Mahasiswa hukum jadilah pakar hukum, sampai hari ini masih banyak kasus yang tajam kebawah tumpul keatas. Mahasiswa pendidikan jadilah paku peradaban, jangan sampai pemerintah bisa intervensi sesuka hati yang pada notabenenya mereka tidak benar-benar serius terhadap sistem pendidikan kita. Akhiran, kita tutup dengan kalimat “AKTIVIS MIN HAITSU LA YAHTASIB” di mana, Aktivis itu datang dari yang tidak kita sangka, seperti yang sedang ramai per hari ini 21 Agustus 2024 “Peringatan darurat” telah ramai di up oleh influencer tapi apakah gerakan perubahan akan hadir dari mahasiswa sebagai simpul – simpul intelektual? Bismillah, semoga saja. Terimakasih.
Al Ridi Rahman
Sekretaris Jenderal FoSSEI Jatim