Menu

Mode Gelap
HMPS Ekonomi Syari’ah Adakan Entrepreneurship Workshop Semarak Bulan Bahasa, HMPS TBIN Adakan Pemilihan Duta Bahasa Indonesia IAIN Madura Gelar Pisah Sambut Kabiro AUAK IAIN Madura Tidak Masuk 3 Besar Kampus Terbaik di Madura Versi Kemendikbudristek RI Dianggap Tidak Mendidik, Konten IMTV Mendapat Kritikan

Resensi · 3 Agu 2024 04:14 WIB ·

117 MENIT, SUDUT PANDANG FILM DALAM MENGHARDIKAN SIKSA KUBUR


 117 MENIT, SUDUT PANDANG FILM DALAM MENGHARDIKAN SIKSA KUBUR Perbesar

Activita.co.id- Dilihat dari judulnya saja, film ini sudah bisa menghadirkan rasa takut (Dread) yang bisa menjadi salah satu sebab penonton dalam menyaksikan film ini. Film garapan sutradara Joko Anwar ini merupakan film kesepuluhnya dari deretan film-film yang pernah ia buat, dan bahkan ia juga mengungkapkan bahwa film ini merupakan salah satu film terbaiknya. Berbeda dengan film horor yang lain, yang biasanya menyajikan jumpscare di setiap scene filmnya, film ini lebih terhadap psicological effect (efek psikologi) yang mendominasi di setiap scene filmnya. Film ini di perankan oleh berbagai aktris ternama seperti Reza Rahadian (Adil), Farahdina Mufti (Sita), Slamet Rahardjo (Wahyu), dan berbagai aktris senior dan junior yang lain.

Film ini di awali dengan masa kecil Sita dan Adil, yaitu 2 bersaudara yang ditinggal mati oleh kedua orang tuanya karena adanya insiden bunuh diri yang dilakukan oleh seseorang yang tak dikenal. Setelah kejadian tersebut, kedua anak tersebut mengalami trauma berat hingga pamannya mengirim mereka ke suatu pondok pesantren. Namun sebelum itu, mereka berdua sempat mendengarkan rekaman kaset yang pelaku bunuh diri itu berikan kepada Adil, dan disana, mereka tau bahwa isi rekaman kaset tersebut merupakan suara dari siksa kubur seseorang yang pelaku itu dapatkan entah darimana. Berawal dari itu, Sita kemudian menjadi seseorang yang skeptis-agnostik terhadap ajaran agama Islam, karena trauma nya terhadap masa lalu yang terjadi pada orang tua mereka. Sita beranggapan bahwa orang yang membunuh orang tua mereka adalah orang yang bunuh diri karena faktor pengaruh agama lewat rekaman tersebut. Sementara itu, Adil sendiri menjadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh Wahyu selaku salah satu donatur pondok pesantren tersebut hingga berdampak pada kejiwaan Adil yang menjadi lebih pemurung dan penakut. Di awal sampai pertengahan film kita lebih di arahkan terhadap pengenalan dari karakter setiap tokoh di dalam film ini. Dengan alur nya yang mungkin simpang siur, kita di buat bingung dan bahkan bosan ketika menyaksikan film ini di awal sampai pertengahan film.

Baru setelahnya, dari pertengahan sampai akhir film, penonton tidak dibiarkan bernafas lega. Scene Gore dan juga jumpscare kian menambah kesan un-expected dari film ini. Dimulai dari Sita yang berkeinginan membuktikan bahwa siksa kubur itu tidak ada, dan agama hanya menakut-nakuti orang saja, ia memberanikan diri untuk masuk ke dalam kuburan Wahyu di saat ia sudah meninggal (Wahyu adalah tokoh yang melakukan pelecehan terhadap Adil, adik Sita, di pondok pesantren tempat mereka tinggal saat kecil). Dengan berbekal handycam di tangannya, dan sebatang Pralon kecil untuk ia bernafas, Adil mulai mengubur Wahyu dan juga Sita di dalam kuburan. Disinilah letak point’ utama dalam film ini. Sebelum scene berganti, nampak seekor Ular berbisa yang datang menghampiri Adil dan lewat begitu saja. Ini yang nantinya akan menjadi titik tumpu dari alur film ini. Selain itu, sebelum Sita melakukan aksinya untuk membuktikan kebenaran siksa kubur, ia sempat mendengar berita perihal 7 menit sebelum manusia mati, ia akan kembali mengingat waktu-waktu terindah atau terburuknya selama masih hidup. Akan ada pemutaran ulang kenangan manusia di dalam otaknya, artinya otaknya masih berfungsi selama 7 menit sebelum akhirnya manusia itu mati sepenuhnya. Selain itu, ada juga scene tentang Wahyu dan Sita yang berbicara mengenai ketakutan dan juga kepercayaan terhadap siksaan. Disini, Wahyu mengatakan bahwa manusia akan mendapatkan siksaan sesuai dengan apa yang ia takutkan sebelum akhirnya ia meninggal bunuh diri karena gangguan kejiwaan. Setelah scene tersebut, muncullah scene-scene utama dari film ini mulai dari jumpscare, kultus pemanggilan arwah, penampakan, penyimpangan yang Adil lakukan hingga berujung di cerai oleh istrinya, dan lain semacamnya. Sampai pada scene dimana Sita kembali masuk kedalam kuburan Wahyu karena hasil dari rekamannya yang hilang di awal usahanya. Ia kembali masuk kedalam kuburan Wahyu namun nahas, ia terkubur disana tanpa keberadaan siapapun yang mengetahuinya. Dan disanalah, ia secara langsung melihat ‘siksa kubur’ yang ia tidak percayai sebelumnya. Namun ketika siksa kubur itu terjadi, tiba-tiba Adil datang dan menyelamatkan Sita dari sana. Mereka pun segera berlari menjauh dari sana namun tiba-tiba ada suara yang terdengar di hadapan mereka “Man Rabbuka” dan film tersebut selesai. Mungkin ending dan juga alur dari film ini terkesan membingungkan, namun tidak bagi orang yang memahami apa yang sudah disebutkan sebelumnya di bagian-bagian scene tertentu. Ada beberapa point’ penting yang harus penonton ketahui untuk bisa memahami alur dari film ini. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada beberapa ungkapan yang menjadi pokok dari film ini, seperti 7 menit sebelum manusia mati, manusia akan disiksa sesuai dengan ketakutannya, dan juga keadaan Adil yang lebam di mata dan juga lehernya yang tidak di ketahui karena apa, namun itu semua penting. Setelah penulis identifikasi dan juga lewat penjelasan para influencer mengenai film ini, ternyata di bagian awal Sita masuk ke dalam kuburan Wahyu, Sita dan Adil meninggal saat itu. Sita meninggal karena kehabisan nafas dan Adil meninggal karena di patok ular. Scene yang terjadi sesudah itu tidak lain adalah bentuk siksaan bagi mereka berdua lewat ketakutan terbesar mereka sewaktu masih hidup di dunia. Ketakutan terbesar Sita adalah jika siksa kubur memang ada, hingga siksaan kubur Sita adalah ketika ia diperlihatkan secara langsung bagaimana siksa kubur yang menimpa Wahyu. Sedangkan Adil, sebagai orang yang berprofesi sebagai pemandi jenazah, ia takut jika semisal jenazah yang ia mandikan hidup kembali, hingga ada salah satu scene dimana Adil di teror oleh jenazah yang ia mandikan. Selain itu, kelainan Adil yang suka memainkan ‘alat vital’ jenazah yang ia urus, menjadikan ia tidak terlalu peduli pada istrinya, dan ada scene dimana di akhir film, tangan Adil penuh dengan lendir yang tentunya berasal dari kebiasaan anehnya. Itulah bentuk siksaan mereka berdua dan itulah alur dan juga penjelasan mengenai film siksa kubur ini.

Namun setiap sesuatu pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut penulis, kelebihan dari film ini karena berani keluar dari zona nyaman dan menghadirkan sudut pandang baru terhadap film horor yang biasanya hanya terpaku pada jumpscare dan hantu saja. Namun Joko Anwar berhasil menampiknya dengan menghadirkan film yang tidak bisa kita tebak alurnya. Untuk kekurangannya, mungkin terletak pada dialog yang bertele-tele pada scene antara Sita dan Wahyu sehingga membuat penonton bosan untuk memahaminya. Hingga melupakan konsep ‘Dont tell but Show’ (jangan ceritakan tetapi tampilkan). Selain itu, ada beberapa hal yang mungkin kurangnya pengetahuan dalam fiqh dan kurangnya konsultasi antara pihak-pihak yang terkait mengenai fiqh Ubudiyah. Karena film ini berhubungan dengan jenazah, tentunya akan ada kajian fiqh signifikan yang ada di dalamnya. Yang menjadi masalah menurut penulis di film ini adalah tata cara penguburan jenazah yang di letakan terlentang dan balok kayu yang di letakkan datar di atas kuburan, bukannya miring menutupi jenazah. Mungkin hak ini tidak terlalu penting bagi penonton namun ini juga bisa menjadi bahan edukasi untuk penonton mengenai tata cara penguburan jenazah. Rating dari film ini dilansir dari IMDb. com adalah 7,1 dan mungkin sudah cukup untuk nilai itu.

Ini sebuah catatan penting yang tak bisa diabaikan dalam meneroka “Siksa Kubur”, terlepas akhirnya penonton “suka” atau “tidak suka” secara keseluruhan sebagai satu tontonan. Jokan sudah memberikan kesempatan berharga kepada penonton selama 117 menit di bioskop untuk berpikir ulang tentang probabilitas nasib diri masing-masing, saat kepergian menuju Negeri Keabadian tiba. (Resentator/Zulfan)

Artikel ini telah dibaca 48 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Tips Menjadi Pribadi yang Berkualitas

10 Mei 2020 - 15:15 WIB

Perjalanan Seorang Mahasiswa

30 April 2020 - 01:24 WIB

Trending di Resensi